Posted by : Unknown Jumat, 03 Mei 2013



Disampaikan pada Workhsop Penggalian Kompetensi
Program Studi Ilmu Pemerintahan

Seiring dengan pergeseran paradigma pembangunan di Indonesia di era reformasi yang dimulai tahun 1998, telah membuka ruang cukup lebar bagi masyarakat baik secara perorangan maupun dalam suatu kelompok untuk menunjukkan aktualisasi diri di lingkungannya.  Aktualisasi yang dilakukan tidak hanya fokus di salah satu bidang tetapi juga lebih, bahkan dimungkinkan seseorang dapat berperan di semua bidang.    Keterbukaan dan kebebasan berpendapat, berorganisasi dan aktualisasi diri, membawa dampak adanya kebutuhan pengetahuan yang bersifat generalis baik secara teoritis maupun terapannya.
Dengan bergulirnya reformasi, Paradigma pembangunan juga mengalami pergeseran orientasi, sebagai berikut :
1.    Diawali dengan paradigma pembangunan yang berorientasi pada politik, yang menitikberatkannaa peran negara dalam pembangunan, salah satunya dengan pelibatan aparat negara (tentara/TNI) sebagai pilar pembangunan, paradigma ini pada suatu waktu mengalami kegagalan ;
2.    Paradigma pembangunan yang berorientasi ekonomi, yang menitikberatkan peran para pelaku ekonomi dalam pembangunan, salah satunya dengan pelibatan konglomerat dengan harapan keuntungan pelaku bisnis dapat didistribusikan ke masyarakat, namun kenyataannya tidak berhasil, bahkan memicu terjadinya KKN dan lain sebagainya ;
3.    Pasca krisis tahun 1998, terjadi pergeseran paradigma pembangunan yang berorientasi pada moral, yang menitikberatkan pada penerapan nilai-nilai moral dan membuka peluang semua pihak terlibat dalam pembangungan, salah satunya mendorong berbagai kegiatan pemberdayaan masyarakat dalam semua aspek pembangunan.
Pelaksanaan pembangunan mempunyai tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan, baik dalam perspektif individu maupun negara atau  Pemerintahan.  Dengan bergesernya paradigma pembangunan pada akhir-akhir ini, dimana isu pemberdayaan (empowering) menjadi aktor utama dalam semua program pembangunan, yang dimotori oleh penyelenggara negara (pemerintah) maupun Steakholders lainnya, membawa konsekuensi adanya perubahan pola pandang pelaku pembangunan.   Inisiator program pembangunan mau tidak mau, harus dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dalam  mendesain  suatu program, bahkan mempunyai kecenderungan mengarah kepada upaya mencari popularitas, guna mendukung kegiatan politik praktis.  Bahkan dalam pelaksanaaan program, pelaksana kegiatan akan sangat dipengaruhi oleh berbagai kepentingan yang secara alamiah mempunyai kutub yang saling berlawanan tidak dapat dihindari. Berbagai hal tersebut, maka pelaku pembangunan yang berorientasi pemberdayaan baik berada di lingkaran penyelenggara negara maupun yang diluarnya, guna menjaga eksistensinya maka dituntut mempunyai kesiapan pengetahuan di segala bidang, baik secara teoritis maupun terapannya.
Apabila dilihat dari perspektif perencanaan dan pelaksanaan pembangunan didaerah, di era sekarang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan berorientasi dari, oleh dan untuk masyarakat.  Mekanisme Perencanaan pembangunan merupakan gabungan dari jalur “top down planning” dan “bottom up planning”.  Jalur Top down dilakukan dengan tujuan sebagai upaya mensinergikan antara substansi perencanaan daerah dengan substansi perencanaan pada tingkat lebih tinggi/luas (tingkat propinsi dan tingkat nasional) melalui Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Daerah dan dalam upaya implementasi visi-misi Daerah kepala daerah terpilih yang menjadi bahan utama Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah yang selanjutnya dijabarkan dalam Rencana Startegis Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renstra SKPD). 
Sedangkan Jalur bottom up, bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat secara umum dengan diawali penggalian potensi dan permasalahan yang dihadapi masyarakat, yang selanjutnya akan dirumuskan dalam forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat kelurahan dan tingkat kecamatan.  Dalam jalur bottom up ini, juga mengakomodasi kebutuhan dan kepentingan masyarakat yang berafiliasi politik praktis, melalui konstituen partai yang dibawa oleh para anggota legislatif daerah (DPRD).  Pertemuan berbagai jalur ini terjadi pada forum musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) tingkat kota, yang selanjutnya akan menghasilkan Rencana Kegiatan Pembangunan Tahunan Tingkat Kota, sebagai awal penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), yang nantinya menjadi pijakan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah.
Dari uraian tersebut diatas, Program Studi Ilmu Pemerintahan dapat berperan dalam penyiapan pelaku pembangunan yang berorientasi pemberdayaan masyarakat.  Untuk lebih memberikan gambaran kebutuhan kompetensi yang diharapkan dimiliki pelaku, berikut disampaikan sekilas mengenai pemberdayaan masyarakat yang mempunyai Pola 3-7-10. Tiga Hakekat Pemberdayaan masyarakat yang meliputi :
1.    Pengembangan kemampuan dan kemandirian,
2.    Mendayagunakan segala potensi dan sumber daya
3.     Mempertahankan & meningkatkan taraf kehidupan. 
Dalam mendesain Program pemberdayaan masyarakat harus memperhatikan 7 (tujuh) Prinsip sebagai berikut :
1.    Kesesuaian masalah, kebutuhan dan kondisi masyarakat.
2.    Bermanfaat langsung bagi masyarakat.
3.    Pendayagunaan segala potensi dan sumber daya setempat.
4.    Keterbukaan dan dapat dipertanggungjawabkan pengelolaan dan hasilnya.
5.    Keserasian, keselarasan & keterpaduan antara kegiatan yg ada kaitannya.
6.    Berkesinambungan dan berkelanjutan dari proses & hasil setiap kegiatan.
7.    Partisipasi masyarakat dan pihak-pihak yang berkaitan.
Sedangkan dalam implementasi program pemberdayaan masyarakat, diharapkan melalui 10 langkah keswadayaan sebagai berikut :
1.    Penyiapan diri Pelaku (LPMK dan LK yg lain)
2.    Pendataan umum dan prioritas lokasi garapan
3.    Penyiapan masyarakat
4.    Pendataan bersama masyarakat
5.    Perencanaan pembangunan bersama masyarakat
6.    Penyusunan rencana pembangunan tingkat desa/kelurahan (Musyawarah Pembangunan)
7.    Pengorganisasian & penggerakan swadaya gotong royong.
8.    Pelaksanaan dan pembinaan kegiatan
9.    Penilaian dan pelaporan keberhasilan pembangunan
10.    Tindak lanjut hasil pembangunan
Apabila dilihat dari manajemen, kesepuluh langkah tersebut terbagi menjadi 4 (empat) Tahap yakni Tahap Persiapan (langkah 1-3), Tahap Perencanaan (langkah 4-6), Tahap Pelaksanaan (langkah 7 dan 8) serta Tahap Penilaian dan Tindak Lanjut (langkah 9 dan 10).
Dengan memperhatikan ilustrasi pernik-pernik pemberdayaan masyarakat di atas, maka dalam Pengembangan Kompetensi di Program Studi Ilmu Pemerintahan,  dapat digali kebutuhan pengetahuan yang harus dimiliki oleh alumni program studi ini baik yang bersifat teori maupun terapannya.  Para alumni diharapkan tidak hanya berorientasi menjadi penyelenggara negara (pemerintahan) tetapi juga berorientasi bidang lain yang berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat secara khusus atau program pembangunan secara luas. 
Keberadaan Ilmu pemerintahan dalam penyiapan pelaku penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan mempunyai peran cukup strategis. Seorang yang menguasai Ilmu pemerintahan  diharapkan  mempunyai kemampuan untuk berinteraksi dengan para pihak yang mempunyai disiplin ilmu yang lain bersifat teknis (Ilmu Bidang Hukum, pendidikan, kesehatan, teknik, politik, studi pembangunan dan lain sebagainya). Atau dengan kata lain Ilmu pemerintahan diharapkan mampu ”memaduserasikan” penerapan berbagai disiplin  ilmu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan menuju tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kaum Cerdas Cendekiawan - Hatsune Miku - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -