TEORI MASYARAKAT NEO-LIBERAL
Simon Clarke
Landasan Ideologis Neo-Liberalisme
Sebagai
paham ekonomi politik yang lahir dari ketidak sepakatan akan peran negara yang
terlalu jauh mengatur proses perekonomian suatu negara (pasar). Neoliberalisme
hadir dengan gagasan yang terkait dengan upaya untuk kembali pada kebijakan
ekonomi liberal klasik yang diusung oleh Adam Smith dan David Ricardo.
Neoliberalisme dengan demikian dicirikan dengan gagasan yang lebih menekankan
pada deregulasi pasar, privatisasi badan usaha milik negara, campur tangan
pemerintah yang terbatas, serta pasar internasional yang lebih terbuka. Namun,
berbeda dengan liberalisme klasik yang diperkenalkan oleh Adam Smith dan David
Ricardo, neoliberalisme lebih merupakan kebijakan ekonomi daripada sekedar
sebuah perspektif ekonomi politik.
David
Clarke kemudian menjelaskan bahwa Neoliberalisme menampilkan dirinya sebagai
doktrin yang didasarkan pada kebenaran ekonomi modern yang kehadirannya tak
terhindarkan. Dasar-dasar ekonomi modern, dan ideologi neoliberalisme, pada
dasarnya kembali merujuk pada gagasan Adam Smith dan karya besarnya, The Wealth
of Nations. Selama dua abad terakhir,
argumen Smith telah diformalkan dan dikembangkan dengan ketelitian analisis
yang lebih besar, namun asumsi fundamental yang mendasari neoliberalisme tetap
diajukan oleh Adam Smith.
Adam
Smith menulis The Wealth of Nations sebagai kritik terhadap negara merkantilis
yang korup dan menegangkan, dimana negara menarik atau mengenakan pajak
berdasarkan monopoli dalam perdagangan melalui perizinan. Aspek monopoli
biasanya dilakukan oleh negara dalam hal ekspor dan impor, dimana negara
merkantilis berusaha untuk memperbesar ekspor ke negara lain dan menekan agar
lebih sedikit impor barang dari negara lain. Teori-teori yang mendukung negara
seperti ini menganggap pertukaran sebagai 'permainan zero-sum', di mana
keuntungan satu pihak adalah kerugian pihak lain, sehingga keuntungan maksimal
dari pertukaran akan diekstraksi dengan kekerasan dan kecurangan.
Ide
dasar kritik Smith adalah bahwa 'kekayaan bangsa' berasal bukan dari akumulasi
kekayaan oleh negara, dengan mengorbankan warganya dan kekuatan asing, tapi
juga dari pengembangan pembagian kerja. Pembagian kerja yang dikembangkan
sebagai hasil inisiatif dan usaha individu pribadi dan akan berkembang dengan
lebih cepat sehingga individu semacam itu bebas untuk menerapkan usaha dan
inisiatif mereka dan untuk memetik imbalan yang sesuai.
Smith
meletakkan fondasi neo-liberalisme dengan argumennya bahwa pertukaran bebas
adalah transaksi yang harus selalu diambil oleh kedua belah pihak, karena tidak
ada orang yang secara sukarela akan terlibat dalam pertukaran dimana mereka
akan menjadi lebih buruk. Seperti yang dikatakan oleh Milton Friedman,
neoliberalisme bergantung pada 'proposisi elementer bahwa kedua pihak mendapat
keuntungan dari transaksi ekonomi darinya, asalkan transaksi tersebut bersifat
sukarela dan bersifat bilateral' (Friedman, 1962, hal 55). Akibatnya, setiap
pembatasan kebebasan perdagangan akan mengurangi kesejahteraan dengan menyangkal
kesempatan individu untuk memperbaiki situasi mereka. Apalagi, Smith
berpendapat, perluasan pasar memungkinkan peningkatan spesialisasi sehingga
pengembangan pembagian kerja. Keuntungan yang didapat melalui pertukaran
bukanlah keuntungan yang didapat oleh satu pihak dengan mengorbankan pihak
lain. Pertukaran adalah cara dimana keuntungan diperoleh melalui peningkatan
pembagian kerja dibagi antara kedua pihak ke bursa. Implikasi langsung dari
argumen Smith adalah bahwa setiap hambatan terhadap kebebasan pertukaran
membatasi pengembangan pembagian kerja dan dengan demikian pertumbuhan kekayaan
bangsa dan kemakmuran masing-masing warganya.
Meskipun
Adam Smith tidak mengharapkan argumentnya dapat meberikan dampak terhadap
system sebuah negara. namun tak dapat dipungkiri bahwa, argument Adam Smith
inilah yang kemudian mendasari lahirnya paham baru yang berusaha menghidupkan
kembali Liberalisme Klasik dengan gaya yang lebih baru yang kemudian dikenal
dengan paham Neoliberalisme, yang berusaha merubah peranan negara tidak lagi
membatasi dan melakukan perdagangan pajak, namun menggunakan semua kekuatannya
untuk memperluas kebebasan perdagangan di dalam dan di luar batas nasionalnya.
KRITIK ROMANTIK DAN SOSIALIS TENTANG LIBERALISME
Meskipun gagasan Adam Smith yang menjadi landasan Liberalisme dianggap efektif dalam pembangunan di beberapa negara. Hal tersebut ternyata dianggap tidak tepat dan bahkan mendapatkan krtitik dari beberapa kalangan. Kritikus 'romantik' Smith misalnya, yang mengkritik anggapan Smith bahwa masyarakat ideal adalah salah satu individu terisolasi, masing-masing mengejar minat dirinya sendiri. “Pria mengejar kepentingan pribadi mereka, sementara wanita dan anak-anak tetap menjadi tanggungan mereka dalam keluarga”. Kritik Romantik Smith menganggap model ini mengabaikan ciri khas masyarakat atau moralitas manusia baik agama, seni dan budaya, hal itu memberikan nilai lebih tinggi daripada individu dan meninggikan manusia di atas kondisi hewani yaitu mencari kepuasan.
Disisi lain, perdagangan bebas yang menuntut persaingan individu untuk saling menunjukkan kapasitas dan keunggulan, mengakibatkan meningkatknya kemiskinan bagi mereka yang tidak bisa atau gagal dalam persaingan, sementara mereka yang sukses bersaing akan mendapatkan kemakmuran. Persaingan seperti ini merupakan konsep kapitalisme yang hanya berusaha untuk menumpuk keuntungan tanpa memperhatikan nasib kelas atau produsen bawah (lemah).
Kritikus liberalisme konservatif berusaha meniadakan kejahatan kapitalisme dengan mengubah jam kembali ke bentuk ideal masyarakat abad pertengahan di mana individualisme disubordinasikan nilai dan institusi masyarakat, bangsa dan agama. Namun, kenaikan dramatisnya Kemakmuran yang ditawarkan kapitalisme kepada mereka yang bisa mendapatkan keuntungan dari dinamikanya Respons reaksioner semacam itu secara politis sangat tidak realistis. Permasalahan yang dialami atau bahkan yang terjadi sebagai dampak liberalism dari abad-ke abad yang cenderung dianggap mengabaikan agama dan rasa persamaan, sehingga kemudian hal ini disimpulan oleh Simon Clarke bahwa liberalisme bukanlah ilmu dimana kapitalisme sebagai teologinya. Tuhan tidak bisa disalahkan jika orang berdosa menemukan dirinya di neraka; cara untuk menghindari neraka adalah dengan hidup dalam sebuah keshalehan.
Kritikus sosialis kapitalisme, sejak awal abad kesembilan belas, telah berkembang kritik yang lebih radikal terhadap kapitalisme dan ideologi legitimasinya, berdasarkan kritik dari diamnya prasuposisi, kepemilikan pribadi. Agen ekonomi Adam Smith tidak hanya terisolasi Individu, mereka adalah pemilik properti, dan itu karena mereka adalah pemilik properti yang beberapa memiliki kekuatan, terkandung dalam hak legal, untuk mendapatkan keuntungan dari kerja orang lain. Kritik sosialis melihat ketidaksetaraan yang diciptakan kapitalisme bukan akibat dari kegagalan pasar, tapi juga sebagai Ekspresi distribusi properti yang tidak setara, dan meminta pemerataan dan / atau sosialisasi kepemilikan pribadi dan pengorganisasian produksi atas dasar kesamaan kepemilikan, didukung oleh ketersediaan kredit secara gratis.
Kritik Marxis tentang liberalisme: penentuan sosial pribadi minat
Kritik paling radikal terhadap liberalisme dikembangkan oleh Karl Marx dan Friedrich Engels, yang Titik awal adalah kritik sosialis terhadap kepemilikan pribadi, yang kemudian Marx selangkah lebih maju menunjukkan bahwa kejahatan kapitalisme tidak berasal dari distribusi properti yang tidak setara, tapi dari institusi milik pribadi itu sendiri. Properti pribadi kapitalis didasarkan pada kepemilikan pribadi atas produk tenaga kerja, yang dijual sebagai komoditas.
Kritik ini beranggapan bahwa nilai yang diperoleh atau harga suatu property tidak diberikan, namun ditentukan melalui proses sosial pertukaran dan bisa digelembungkan atau dihancurkan semalaman oleh kenaikan dan penurunan harga pasar. Besarnya keuntungan dalam kapitalisme disesuaikan oleh kaum kapitalis bergantung pada kemampuan mereka untuk menginduksi atau memaksa yang mereka miliki dipekerjakan untuk menghasilkan komoditas yang bisa dijual dengan jumlah uang lebih banyak daripada yang mereka miliki awalnya ditata untuk produksinya. Dalam pengertian ini, sumber keuntungan adalah surplus tenaga kerja, di atas dan di atas yang dibutuhkan untuk menutupi subsisten karyawan mereka, yang oleh kaum kapitalis mampu mengekstrak dari angkatan kerja mereka. Inilah wawasan yang tertangkap dalam kerja Marx teori nilai dan teorinya tentang nilai surplus (Clarke, 1991, Bab Empat).
Kritik Marx menganggap bahwa dalam system kapitalisme pasar menjadi factor dominan yang juga menjadi penentu dan mengatur nilai dari sebuah property berdasarkan kepentingan social secara umum. Marx menjelaskan bahwa Kepentingan pribadi menjadi kepentingan yang ditentukan secara sosial, yang bisa diraih hanya dalam kondisi yang ditetapkan oleh masyarakat dan dengan sarana yang disediakan oleh masyarakat; Oleh karena itu terikat pada reproduksi kondisi dan sarana ini. Ini adalah minat orang pribadi; namun isinya serta bentuk dan sarananya realisasi, diberikan oleh kondisi sosial secara independen dari semua (Grundrisse, hal 156, my tekanan).
Kritik Marx menganggap bahwa dalam system kapitalisme tidak ada yang namanya individu, yang ada hanyalah kelas-kelas atau golongan. Sehingga kepentingan pribadi ditentukan secara social.
Dinamika Sistem Produksi Kapitalis
Marx dan Engels menunjukkan bahwa satu-satunya tujuan produksi kapitalis bukanlah produksi barang untuk memenuhi kebutuhan manusia, Sistem produksi kapitalisme haus akan keuntungan untuk mempertahankan akumulasi modal. Tentu saja, kapitalis harus mencari jalan keluar untuk produknya, menjualnya kepada kapitalis lain sebagai alat produksi atau pekerja dan kapitalis sebagai alat konsumsi, namun jauh dari tujuan produksi, kebutuhan untuk menjual produk adalah untuk kapitalis hanya menjadi penghalang bagi akumulasi modal lebih lanjut.
Prinsip system kapitalis adalah bagaimana agar senantiasa mendapatkan keuntungan, hal ini kemudian membuat para kapitalis terus berinovasi dan bersaing untuk mecari cara agar bisa menumpuk modal sebagai keuntungan bagi mereka. Persaingan tidak hanya memaksa kaum kapitalis berinovasi dan berinvestasi untuk meningkatkan produktivitas tenaga kerja dan mengembangkan produk baru, juga memaksa kaum kapitalis untuk terus mencari menekan upah, mengintensifkan tenaga kerja dan mengurangi jumlah yang dipekerjakan.
Persaingan para kapitalis untuk mendapatkan modal kemudian melahirkan strategi dan inovasi melalui proses produksi yang tidak hanya menggunakan tenaga manusia tapi juga dengan menggunakan bantuan teknologi industry (mesin). Persaingan para capital yang semakin sengit akhirnya meberi dampak terhadap kelas pekerja. Kecenderungan inheren akumulasi kapitalis, yang dikenakan pada setiap kapitalis oleh tekanan persaingan, oleh karena itu semakin intensif tenaga kerja, perpanjangan hari kerja dan redundansi kerja. Hasilnya untuk Kelas pekerja adalah meningkatnya ketidakamanan pekerjaan sebagai tanggapan terhadap perubahan yang selalu terjadi tuntutan modal Intensifikasi tuntutan modal semakin banyak orang masuk dalam jajaran yang tidak bisa dipekerjakan. Akumulasi modal tentu mengarah pada polarisasi kerja paksa dan pengangguran, kemakmuran dan kemelaratan. Ini ditandai oleh Marx sebagai 'hukum umum absolut akumulasi kapitalis' (Marx, Capital, Volume One, Chapter XXV).
Proyek Neoliberal
Simon Clarke mengatakan bahwa, Neoliberalisme merupakan penegasan kembali keyakinan fundamental ekonomi politik liberal sebagai ideologi politik yang dominan pada abad kesembilan belas, terutama di Inggris dan Inggris Amerika Serikat. Neoliberalisme muncul sebagai respon ideologis terhadap krisis 'negara kesejahteraan Keynesian', yang diendapkan oleh krisis kapitalis yang terkait dengan akhir perang ledakan rekonstruksi dan meningkatnya biaya perang AS melawan Vietnam pada awal tahun 1970an (Clarke 1988, Bab Sepuluh, Sebelas).
Neoliberalisme hadir sebagai solusi dari kegagalan Keynesian, dan mulai kembali pada gagasan-gagasan liberal klasik namun dengan bentuk yang lebih mengedepankan relasi dengan dunia global (pasar bebas). Neoliberalisme menjadi ideology ekonomi modern dimana pasar dikendalikan dengan bebas dan secara global dapat menjalin hubungan dengan negara lain.
Kritikus ekonom neoliberalisme telah berulang kali mengungkapkan bagaimana restriktif dan tidak realistis adalah asumsi yang menjadi dasar model neoliberal. Namun, untuk membantah bahwa Model neoliberal yang tidak realistis agak ketinggalan, karena model neoliberal tidak menggambarkan dunia seperti apa adanya, tapi dunia sebagaimana mestinya. Inti neoliberalisme bukan untuk membuat model yang lebih memadai untuk dunia nyata, melainkan untuk mewujudkan model dunia yang lebih memadai. Ini bukan hanya fantasi intelektual, tapi juga proyek politik yang sangat nyata, untuk mewujudkan neoliberalisme yang telah menaklukkan ketinggian global yang memerintah intelektual, politik dan ekonomi, yang kesemuanya dimobilisasi untuk mewujudkan proyek neoliberal yang menundukkan seluruh populasi dunia ke pengadilan dan moralitas modal.
Pariwisata dan Pembangunan Ekonomi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Indonesia
dikenal sebagai negara yang majemuk, negara yang kaya akan keberagaman suku,
adat, dan agama. Indonesia terdiri 1340 Suku dan Budaya, 546 Bahasa Daerah, 180
Tarian Daerah, 27 Rumah Adat, 40 Pakaian Adat, dan 256 Juta Jiwa Penduduk. (BPS,
2016). Selain itu, Indonesia merupakan negara yang kaya akan keindahan alamnya
yang terdiri dari 17.504 Pulau yang tersebar dari sabang sampai merauke.
Keindahan alam yang beraneka ragam ini, menjadikan Indonesia sebagai destinasi
wisata bagi wisatawan lokal ataupun manca negara.
Data dari kementrian pariwisata menyebutkan bahwa,
setiap tahun jumlah wisatawan mancanegara yang masuk atau berkunjung ke
Indonesia mengalami peningkatan. Hal ini berdasarkan data yang menunjukan bahwa,
pada tahun 2016 terdapat sekitar 1,006,653 wisatawan yang mengunjungi
Indonesia. Pada tahun 2017, jumlah ini meningkat meningkat menjadi 1,121,710
wisatawan yang masuk ke Indonesia dari seluruh pintu masuk (Bandara dan
Pelabuhan). Hal ini menunjukan bahwa, potensi pariwisata di Indonesia menjadi
destinasi wisatawan dari negara lain. Hal ini tentunya memberikan dampak
positif bagi pembangunan Indonesia khusunya sector pariwisata. Hal ini
berkaitan dengan, bagaimana sector pariwisata bisa dikelola dengan baik untuk
meningkatkan perekonomian negara.
Sektor pariwisata merupakan sektor yang potensial
untuk dikembangkan sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Usaha
memperbesar pendapatan asli daerah, maka program pengembangan dan pemanfaatan
sumber daya dan potensi pariwisata daerah diharapkan dapat memberikan sumbangan
bagi pembangunan ekonomi. Pariwisata dipandang sebagai kegiatan yang mempunyai
multidimensi dari rangkaian suatu proses pembangunan. Pembangunan sektor
pariwisata menyangkut aspek sosial budaya, ekonomi dan politik (Spillane, 1994
:14).
Dampak
Pariwisata Terhadap Perekonomian Industri pariwisata menghasilkan manfaat
ekonomi yang besar baik bagi Negara tuan rumah, maupun Negara asal para turis.
Salah satu motivasi utama sebuah Negara mempromosikan dirinya sebagai Negara
dengan tujuan wisata adalah timbul kemajuan dalam ekonomi, terutama bagi
Negara-negara berkembang. Bersamaan dengan dampak lainnya, peningkatan ekonomi
yang begitu pesat juga terjadi dengan berbagai keuntungan dan kerugian. Dapak
besar pariwisata terlihat dari data World Tourism Organization, pada tahun
2000, 698 juta orang melakukan perjalanan ke luar negeri dan menghabiskan lebih
dari 478 juta US dollar. Gabungan dari pendapatan pariwisata internasioanl
dengan pendapatan transportasi maka menghasilkan lebih dari 575 juta US dollar,
yang membuat pariwisata menjadi penghasil ekspor terbesar di dunia diikuti oleh
produk otomotif, bahan kimia, minyak bumi, dan makanan.
Pembangunan
ekonomi melalui sector pariwisata sejalan dengan yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 10 tahun 2009 Tentang Kepariwisataan yang menyatakan bahwa
Penyelenggaraan Kepariwisataan ditujukan untuk meningkatkan pendapatan nasional
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat, memperluas dan
memeratakan kesempatan berusaha dan lapangan kerja, mendorong pembangunan
daerah, memperkenalkan dan mendayagunakan obyek dan daya tarik wisata di
Indonesia serta memupuk rasa cinta tanah air dan mempererat persahabatan antar
bangsa.
Salah satu daerah di Indonesia yang telah
melakukan pertumbuhan ekonomi yang begitu pesat melalui sector pariwisata
adalah Kota Batu. Salah satu kota di daerah Jawa Timur ini dikenal juga dengan
daerah tujuan wisata bagi masyarakat di sekitarnya seprti, kota Malang, Kab.
Malang, Kab. Kediri, Banyuwangi dan kota-kota lain dJawa Timur.
Kota ini terletak 90 km sebelah barat daya
Surabaya atau 15 km sebelah barat laut Malang. Kota Batu berada di jalur yang
menghubungkan Malang-Kediri dan Malang-Jombang. Kota Batu berbatasan dengan
Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta dengan
Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan, dan barat. Kondisi geografis kota Batu yang menjadi
poros perjalanan antar kabupaten, menjadikannya sebagai kota yang strategis dan
menjadi persinggahan bagi masyarakat yang sedang dalam perjalanan ke wilayah
lain. Selain itu, kondisi alam kota Batu yang pada dasarnya merupakan
pegunungan dengan yang berada pada ketinggian 700-1.700 meter di atas permukaan
laut dengan suhu udara rata-rata mencapai 12-19 derajat Celsius. Menjadikan
kota Batu cocok sebagai daerah penghasil sayur-sayuran dan buah-buahan, salah
satunya adalah buah apel. Kondisi alam yang sebagian besar terdiri dari
pegunungan, menjadikan suhu dan udara di daerah ini sejuk dan segar, ditambah
lagi dengan bayaknya wahana dan potensi wisata yang mendukung, menjadikan kota
batu sebagai tujuan wisata terkenal di daerah Jawa Timur.
Batu dikenal sebagai salah satu kota wisata
terkemuka di Indonesia karena potensi keindahan alam yang luar biasa. Kekaguman
bangsa Belanda terhadap keindahan dan keelokan alam Batu membuat wilayah kota
Batu disejajarkan dengan sebuah negara di Eropa yaitu Swiss dan dijuluki
sebagai De Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil di Pulau Jawa. Bersama dengan
Kota Malang dan Kabupaten Malang, Kota Batu merupakan bagian dari kesatuan
wilayah yang dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang).
Berdasarkan hal ini, menjadi hal yang menarik
untuk mengetahui bagaimana dampak sector pariwisata terhadap pembangunan atau
pertumbuhan ekonomi masyarakat di kota Batu. Serta bagaimana peran pemerintah
dalam pengelolaan sector pariwisata untuk pertumbuhan ekonomi masyarakat kota
Batu. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan diuraikan hal-hal sebagaimana
rumusan masalah berikut:
B. RUMUSAN MASALAH.
a. Bagaimana
peran sektor pariwisata dalam pembangunan ekonomi masyarakat kota Batu ?
b. Bagaimana
peran pemerintah dalam peningkatan peran pariwisata terhadap pembangunan
ekonomi ?
C. TUJUAN PENULISAN.
a. Untuk
mengetahui peran sektor pariwisata dalam pembangunan ekonomi masyarakat kota
Batu.
b. Untuk
mengetahui bagaimana peran pemerintah dalam peningkatan peran pariwisata
terhadap pembangunan ekonomi masyarakat Kota Batu.
BAB II
KONSEP DASAR
A. Pariwisata.
Secara
etimologis pariwisata berasal dari bahasa sansekerta, yang terdiri dari dua
suku kata Pari yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, lengkap. Dan
kata wisata yang berarti perjalanan, bepergian yang bersinonim dengan kata
travel dalam bahasa Inggris, maka dapat di artikan bahwa pariwisata adalah
perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar dari satu tempat ke
tempat lain.
Didalam
kamus besar indonesia pariwisata adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan
perjalanan rekreasi. Sedangkan pengertian secara umum pariwisata merupakan
suatu perjalanan yang dilakukan seseorang untuk sementara waktuyang
diselenggarakan dari suatu tempat ketempat lain dengan meninggalkan tempat
semula dan dengan suatu perencanaan atau bukan maksud mencari nafkah di tempat
yang dikunjunginya, tetapi semata mata untuk menikmati kegiataan pertamasyaan
atau reakreasi untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.
Pengertian
pariwisata sebagaimana yang terkandung dalam Undang-undang No. 10 Tahun 2009
tentang kepariwisataan, pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan
didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat,
pengusaha, pemerintah dan pemerintah daerah.
Pariwisata
menjadi salah satu sub-sector dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara,
khusunya Indonesia. Sebagaimana yang tercantum dalam undang-undang no 10 tahun
2009 tentang kepariwisataan, bahwa keariwisataan bertujuan untuk meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pelaksanaan kepariwisataan di
Indonesia mengikuti prinsip yaitu menjunjung tinggi norma agama dan nilai
budaya sebagai pengejewantahan dari konsep hidup dalam keseimbangan hubungan
antara manusia dan tuhan yang maha Esa, hubungan antara manusia dan sesame
manuisa, dan hubungan antara manuisa dan lingkungan. Selain itu, pariwisata
juga dilakukan untuk menjunjung tinggi hak asasi manusia, keragaman budaya dan
kearifan lokal serta member manfaat untuk kesejahteraan rakyat, keadilan
kesetaraan dan proporsionalitas.
B. Pembangunan Ekonomi.
Istilah
pembangunan ekonomi digunakan sebagai nama lain atau sinonim dari istilah
“pertumbuhan ekonomi” atau bahkan “kemajuan ekonomi” (economic progress) secara umum (Sen dalam Jan Erik Lane dan Svante
Ersson, 2002). Tolak ukurnya adalah tingkat ekspansi atau pertambahan produk
domestic bruto (GDP: Gross Domestik
Product) per kapita. Berkaitan dengan hal ini, yang menjadi bahasan adalah
bagaimana menguasai apa yang disebut sebagai pembangunan ekonomi, misalnya
bagaimana cara mengidentifikasi kekuatanlkekuatan yang menentukan laju
peningkatan pendapatan per kapita.
Berdasarkan
hal ini, Jan Erik lane dan Svante Ersson mengatakan bahwa, ada beberapa teori dan
pendekatan yang kemudian saling berselisih terkait pembangunan ekonomi ini
yaitu, mulai dari neo-klasik, institusionalis, Keynesian, dualis,
ketergantungan, hingga neo-liberal. Menurut Prof. Meier pembangunan ekonomi
adalah sebagai proses kenaikan pendapatan riil perkapita dalam suatu jangka
waktu yang panjang. Pembangunan ekonomi merupakan suatu perubahan yang terjadi
secara terus-menerus melalui serangkaian kombinasi proses demi mencapai sesuatu
yang lebih baik yaitu adanya peningkatan pendapatan perkapita yang terus
menerus berlangsung dalam jangka panjang
Selain
pendekatan dan defenisi pembangunan ekonomi diatas, pendapat lain muncul
terkait pengertian pembangunan ekonomi yaitu oleh aliran pemikiran yang
menggunakan pendekatan indicator social (Sosial
Indikator Approach). Pendekatan ini mengatakan bahwa pembangunan ekonomi
mengacu kepada sesuatu yang lebih dari sekedar pertumbuhan pendapatan per
kapita nasiional, harus ada indicator lain termasuk indicator kesejahteraan
dalam konsep tersebut. Menurut pendekatan ini, peningkatan pendapatan secara
nasional tidak identik dengan meningkatknya kesejahteraan rata-rata penduduk,
bahkan tidak jarang peningkatan pendapatan disertai dengan melebarnya
kesenjangan kaya dan miskin.
Menurut
Lauterbach dalam Jane Erick Lane; 2002. Pembangunan ekonomi adalah suatu upaya
menciptakan kondisi yang lebih baik bagi rakyat suatu negara secara
keseluruhan, sesuai dengan kebutuhan mereka yang sesungguhnya, tanpa mengganggu
system nilai dan cara-cara hidup mereka.
Berdasarkan hal ini, Lauterbach
memberikan pendekatan akan konsep pembangunan ekonomi yang telah menyertakan
factor-faktor social sesuai apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Artinya,
pembahasan terkait pembangunan ekonomi tak dapat lepas dari pembahasan mengenai
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan yang terjadi pada masyarakat.
Unsur-Unsur
Pembangunan Ekonomi
a. Pembangunan
sebagai suatu proses. Artinya bahwa pembangunan merupakan suatu tahap yang
harus dijalani oleh setiap masyarakat atau bangsa.
b. Pembangunan
sebagai perubahan sosial. Masyarakat sebagai pelaku dalam perubahan sosial
dimana secara langsung atau tidak langsung perubahan sosial akan berdampak pada
kelancaran pembangunan atau bahkan menghambat pembanguna.
c. Pembangunan
sebagai suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita. Sebagai suatu
usaha, pembangunan merupakan tindakan aktif yang harus dilakukan oleh suatu
negara dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita.
d. Peningkatan
pendapatan perkapita harus berlangsung dalam jangka panjang. Suatu perekonomian
dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang apabila pendapatan perkapita dalam
jangka panjang cenderung meningkat. Hal ini tidak berarti bahwa pendapatan
perkapita harus mengalami kenaikan terus menerus.
C. Gambaran Umum Kota Batu.
1. Sejarah
Umum.
Sejak
abad ke-10, wilayah Batu dan sekitarnya telah dikenal sebagai tempat
peristirahatan bagi kalangan keluarga kerajaan, karena wilayah adalah daerah
pegunungan dengan kesejukan udara yang nyaman, juga didukung oleh keindahan
pemandangan alam sebagai ciri khas daerah pegunungan. Pada waktu pemerintahan
Kerajaan Medang di bawah Raja Sindok, seorang petinggi Kerajaan bernama Mpu
Supo diperintah oleh Raja untuk membangun tempat peristirahatan keluarga
kerajaan di pegunungan yang didekatnya terdapat mata air. Dengan upaya yang
keras, akhirnya Mpu Supo menemukan suatu kawasan yang sekarang lebih dikenal
sebagai kawasan Wisata Songgoriti.
Atas
persetujuan Raja Sindok, Mpu Supo yang konon kabarnya juga sakti mandraguna itu
mulai membangun kawasan Songgoriti sebagai tempat peristirahatan keluarga
kerajaan serta dibangun sebuah candi yang diberi nama Candi Supo. Di tempat
peristirahatan tersebut terdapat sumber mata air yang mengalir dingin dan sejuk
seperti semua mata air di wilayah pegunungan. Mata air dingin tersebut sering
digunakan mencuci keris-keris yang bertuah sebagai benda pusaka dari Kerajaan
Medang. Oleh karena sumber mata air yang sering digunakan untuk mencuci
benda-benda kerajaan yang konon katanya bertuah dan mempunyai kekuatan supranatural
yang dahsyat, akhirnya sumber mata air yang semula terasa dingin dan sejuk
akhirnya berubah menjadi sumber air panas, dan sumber air panas itu sampai
sekarang menjadi sumber abadi di kawasan Wisata Songgoriti.
Wilayah
Kota Batu yang terletak di dataran tinggi di lereng pegunungan dengan
ketinggian 700 sampai 1.700 meter di atas permukaan laut, berdasarkan
kisah-kisah orang tua maupun dokumen yang ada maupun yang dilacak
keberadaannya, sampai saat ini belum diketahui kepastiannya tentang kapan nama
"Batu" mulai disebut untuk menamai kawasan peristirahatan tersebut.
Dari
beberapa pemuka masyarakat setempat memang pernah mengisahkan bahwa sebutan
Batu berasal dari nama seorang ulama pengikut Pangeran Diponegoro yang bernama
Abu Ghonaim atau disebut sebagai Kyai Gubug Angin yang selanjutnya masyarakat
setempat akrab menyebutnya dengan panggilan Mbah Wastu. Dari kebiasaan kultur
Jawa yang sering memperpendek dan mempersingkat mengenai sebutan nama seseorang
yang dirasa terlalu panjang, juga agar lebih singkat penyebutannya serta lebih
cepat bila memanggil seseorang, akhirnya lambat laun sebutan Mbah Wastu
dipanggil Mbah Tu menjadi Mbatu atau Batu sebagai sebutan yang digunakan untuk
sebuah kota dingin di Jawa Timur.
Sedikit
menengok ke belakang tentang sejarah keberadaan Abu Ghonaim sebagai cikal bakal
serta orang yang dikenal sebagai pemuka masyarakat yang memulai babad alas dan
dipakai sebagai inspirasi dari sebutan wilayah Batu, sebenarnya Abu Ghonaim
sendiri adalah berasal dari wilayah Jawa Tengah. Abu Ghonaim sebagai pengikut
Pangeran Diponegoro yang setia, dengan sengaja meninggalkan daerah asalnya Jawa
Tengah dan hijrah ke kaki Gunung Panderman untuk menghindari pengejaran dan
penangkapan dari serdadu Belanda (Kompeni). Abu Ghonaim atau Mbah Wastu yang
memulai kehidupan barunya bersama dengan masyarakat yang ada sebelumnya serta
ikut berbagi rasa, pengetahuan dan ajaran yang diperolehnya semasa menjadi
pengikut Pangeran Diponegoro. Akhirnya banyak penduduk dan sekitarnya dan
masyarakat yang lain berdatangan dan menetap untuk berguru, menuntut ilmu serta
belajar agama kepada Mbah Wastu. Awalnya mereka hidup dalam kelompok
(komunitas) di daerah Bumiaji, Sisir dan Temas, namun akhirnya lambat laun
komunitasnya semakin besar dan banyak serta menjadi suatu masyarakat yang
ramai.
Kota
Batu, Malang adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini
terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah barat laut
Malang. Kota Batu Malang berada di jalur yang menghubungkan Malang-Kediri dan
Malang-Jombang dan Malang Pasuruan. Kota Batu berbatasan dengan Kabupaten
Mojokerto dan Kabupaten Pasuruan di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang
di sebelah timur, selatan, dan barat.
Kota
Batu Malang dahulu merupakan bagian dari Kabupaten Malang, yang kemudian
ditetapkan menjadi kota administratif pada 6 Maret 1993. Pada tanggal 17
Oktober 2001, Batu ditetapkan sebagai kota otonom yang terpisah dari Kabupaten
Malang. Batu dikenal sebagai salah satu kota wisata terkemuka di Indonesia
karena potensi keindahan alam yang luar biasa. Kekaguman bangsa Belanda
terhadap keindahan dan keelokan alam Batu membuat wilayah kota Batu
disejajarkan dengan sebuah negara di Eropa yaitu Swiss dan dijuluki sebagai De
Kleine Zwitserland atau Swiss Kecil di Pulau Jawa Bersama dengan Kota Malang
dan Kabupaten Malang, Kota Batu merupakan bagian dari kesatuan wilayah yang
dikenal dengan Malang Raya (Wilayah Metropolitan Malang).
2. Kondisi
Geografis.
Wilayah
Kota Batu terletak di kaki dan lereng pegunungan dan berada pada ketinggian
rata-rata 700-1.700 m di atas permukaan laut dengan suhu udara rata-rata
mencapai 12-19 derajat Celsius. Batu dikelilingi beberapa gunung, di antaranya
adalah: Gunung Anjasmoro (2.277 m), Gunung Arjuno (3.339 m), Gunung Banyak (1.306
m), Gunung Kawi (2.551 m), Gunung Panderman (2.045 m), Gunung Semeru (3.676 m),
Gunung Welirang (3.156 m) dam Gunung Wukir (335 m).
Dengan
luas wilayah sekitar 202,30 km², sebagian besar keadaan topografi kota Batu
didominasi kawasan dataran tinggi dan perbukitan yang berlembah-lembah yang
terletak di lereng dua pegunungan besar, yaitu Arjuno-Welirang dan
Butak-Kawi-Panderman. Wilayan Kota Batu secara keseluruhan adalah sekitar
19.908,72 Ha atau sekitar 0,42% dari luas wilayah Jawa Timur. Sebagai daerah
yang topografinya didominasi wilayah perbukitan, Kota Batu memiliki pemandangan
alam yang sangat indah, sehingga banyak dijumpai tempat - tempat wisata yang
mengedepankan potensi wisata alam.
Apabila
dilihat dari jenis tanah, Kota Batu terdiri dari empat macam tanah yaitu
andosol yang merupakan jenis lahan paling subur seluas 1.831,04 Ha di Kecamatan
Batu, 1.526,19 Ha di Kecamatan Junrejo dan di Kecamatan Bumiaji seluas 2.873,89
Ha. Selanjutnya tanah jenis kambisol yang masih relatif subur seluas 3.026,37
Ha, jenis alluvial berupa tanah yang kurang subur dan berkapur seluas 816,27 Ha
dan yang terakhir jenis tanah latosol seluas 885,95 Ha yang terbagi menjadi
260,34 Ha di Kecamatan Batu, 217 Ha di Kecamatan Junrejo dan seluas 408,61 Ha
di Kecamatan Bumiaji. Ditinjau dari letak astronomi, Kota Batu terletak
diantara 122° 17‟ - 122° 57‟ Bujur Timur dan 7° 44‟ - 8° 26‟ Lintang Selatan.
Adapun batasbatas wilayah Kota Batu adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara :
Kabupaten Mojokerto dan Pasuruan
Sebelah Timur :
Kabupaten Malang
Sebelah Selatan :
Kabupaten Malang dan Blitar
Sebelah Barat :
Kabupaten Malang
3. Potensi
Wisata.
Pariwisata
kota Batu merupakan salah satu yang terbesar di Indonesia. Jumlah kunjungan
wisatawan ke kota ini merupakan salah satu yang terbesar bersama dengan Bali
dan Yogyakarta. Objek wisata kota Batu sangat beragam, dari sejarah, retail,
pendidikan, hingga kawasan alam. Di objek wisata Songgoriti terdapat Candi
Songgoriti peninggalan Kerajaan Medang dan arca Ganesha peninggalan Kerajaan
Singhasari serta tempat peristirahatan yang dibangun sejak zaman Belanda. Untuk
lebih jelas, berikut gambaran umum wahana wisata yang ada di kota Batu.
a. Wisata
gua, wisata gua terdapat di Cangar dan Tlekung
b. Air
terjun, coban Rais, Coban Talun, Coban Putri
c. Pemandian,
Songgoriti (pemandian air panas), Selecta (pemandian air panas), Cangar
(pemandian air panas mengandung belerang)
d. Agrowisata,
Arboretum Sumber Brantas (mata air Sungai Brantas), Kusuma Agrowisata
(perkebunan apel, stroberi, jambu, dan jeruk, serta tempat outbound)
e. Perkemahan,
Taman Hutan Raya Raden Soerjo, Gunung Panderman
f. Keluarga,
Batu Secret Zoo (Jawa Timur Park 2), Jawa Timur Park 1, Batu Night Spectacular
(BNS), Batu Wonderland, Eco Green Park, Kusuma Waterpark, Predator, Fun Park
g. Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Balai Besar Pelatihan Peternakan (BBPP)
Batu, Museum Angkut dan Museum Satwa (Jawa Timur Park 2), The Bagong Adventure
Museum Tubuh
h. Akomodasi,
Di Kota Batu terdapat banyak tempat akomodasi mulai dari guest house / rumah
singgah, villa, losmen, hingga hotel berbintang yang tersebar di beberapa titik
strategis kota. Ada pula objek wisata terbaru di Kota Batu berupa wisata udara
paralayang. Setiap hari Minggu, di alun-alun Batu diselenggarakan Pasar Wisata
Minggu yang menjual makanan khas Batu serta berbagai macam kerajinan tangan.
Jawa Timur Park merupakan salah satu tempat wisata paling populer di Jawa
Timur. [1]
4. Kondisi
Ekonomi.
Perekonomian
Kota Batu banyak ditunjang dari sektor pariwisata dan pertanian. Letak Kota
Batu yang berada di wilayah pegunungan dan pembangunan pariwisata yang pesat
membuat sebagian besar pertumbuhan PDB Kota Batu ditunjang dari sektor ini. Di
bidang pertanian, Batu merupakan salah satu daerah penghasil apel terbesar di
Indonesia yang membuatnya dijuluki sebagai kota apel. Apel Batu memiliki empat
varietas yaitu manalagi, rome beauty, anna, dan wangling. Batu juga dikenal
sebagai kawasan agropolitan, sehingga juga mendapat julukan kota agropolitan.
Karena letak geografis yang berada di dataran tinggi, kota Batu banyak
menghasilkan sayur mayur, dan bawang putih. Selain itu, Batu juga merupakan
kota seniman di mana terdapat banyak sanggar lukis dan galeri seni di kota ini.
Pembangunan tempat wisata di Kota Batu mengalami perkembangan dari tahun ke
tahun yang memberikan efek pengganda bagi sektor lain khusunya sector ekonomi.
D. Teori Ekonomi Politik Neo-Klasik.
Teori
Neo-klasik merupakan pendekatan terhadap ekonomi politik sekitar Abad ke 19,
teori ini dianggap pembaharuan dari teori klasik dan juga pembelaan teori
klasik atas kritik yang dilakukan oleh teori Marxian. Adapun persamaan teori
klasik dan neo-klasik sama-sama memandang bahwa kegiatan ekonomi sebagai sebuah
sistem yang berdiri sendiri. Akan tetapi pembaharuan dari neo-klasik
menggunakan sifat utilitarian untuk menjawab pertanyaan tentang apa sifat dan
tujuan dari ekonomi pasar. Bagi para pemikir neo-klasik, ekonomi adalah
transaksi-transaksi swasta yang dilakukan untuk memaksimalkan kegunaan yang
didapatkan individu sementara politik adalah penggunaan kewenangan publik untuk
mencapai tujuan yang sama juga. Bahasan penting dalam neo-klasik adalah:
a. Hak
Kepemilikan.
Hak
kepemilikan merupakan bagian penting dari analisis neoklasik. Dalam
pandangannya hak kepemilikan bukanlah sebuah bagian dari kegiatan ekonomi.
Melainkan bagian dari sebuah sistem hukum, yang dilindungi guna maksimalisasi
kepuasaan yang rasional. Hal itu kemudian diatur agar hak-hak kepemilikan
memiliki batas-batas yang tidak boleh dilanggar. Artinya kebebasan dalam
memilik tidak boleh sampai bersinggungan dengan kebebasan orang lain.
b. Eksternalitas
Eksternalitas
adalah dampak dari transaksi terhadap pihak ketiga atau pihak yang tidak ikut
transaksi, yang tidak melewati system harga dan muncul sebagai efek samping
yang tidak disengaja dari kegiatan orang lain atau kegiatan perusahaan lain. Rhoads dalam Rudianto 2011.
Hubungan
teoritis antara eksternalitas dengan Negara. Ini bisa di mulai dengan
mengajukan beberapa pertanyaan. Pertama mengapa eksternalitas sebaiknya tidak
terjadi? Kedua apa masalah yang di timbulkan oleh eksternalitas bagi pendepatan
neoklasik? Pertanyaan tersebut di jawab dengan perspektif keadilan social,
yaitu bahwa jika eksternalitas terjadi, maka akan ada orang lain yang menerima
keuntungan atau harus mengeluarkan biaya untuk urusan urusan yang terjadi bukan
atas kehendak mereka sendiri. Dalam ilmu ekonomi neoklasik sendiri memiliki
alasan, bahwa eksternalitas dapat mengganggu efisiensi dari operasi dalam
perekonomian. Contoh eksternalitas negative yang di timbulkan oelh perusahaan,
seperti polusi yang menimbulkan biaya atau kerugian bagi pihak pihak di luar
perusahaan dalam bentuk gangguan kesehatan dan biaya pengobatan.
c. Barang
Publik
Barang
public adalah barang yang begitu di produksi untuk anggota tertentu dari sebuah kelompok akan secara otomatis bisa
digunakan oleh semua anggota dalam kelompok itu. Defenisi ini menunjukkan
pentingnya sifat non-eksklusif (terbuka bagi semua orang) dalam barang public. Sifat
umum dari barang public adalah sifat non-eksklusif dan non-rival (tidak
tersaingi dan tidak menyaingi) Hubungan antara barang public dengan ekonomi
politik, barang public adalah tema yang menarik Karena barang public
menunjukkan batas-batas dari model pasar sempurna yang terdiri dari pelaku
pelaku yang mencari keuntungan bagi dirinya sendiri. Alasan-alasan mengapa
barang-barang public tidak dapat diroduksi oleh pasar dan kelemahan pasar ini
mendorong orang untuk beralih ke politik.
Masalah
yang menghambat penciptaan barang-barang public pada level mikro-ekonomi bahwa
individu tidak menginvestasikan energy dan sumber daya untuk memproduksi
barang-barang public itu karena individu yang melakukan investasi semacam itu
tidak bisa mendapatkan semua keuntungan yang bisa diberikan oleh barang public
itu. Untuk level makro-ekonomi, kesulitan pasar untuk memproduksi barang public
ini terjadi karena biaya dan keuntungan dari individu tidak dapat dihubungkan
dengan biaya dan keuntungan sosial yang dihasilakan barang public itu. Seperti
yang ditunjukkan oleh Shitglitz, kekurangan pada barang public ini adalah
sebuah bentuk inefisiensi yang dapat menjadi alasan bagi pemerintah untuk
melakukan intervensi (Sitglitz 1988:75)
Fakta
bahwa pasar tidak dapat menghasilakan barang public tidaklah terlalu berarti
bahwa pemerintah pasti bisa menyediakannya. Selain itu, penyediannya barang
public memerlukan kerja tim, sehingga di dalamnya juga akan terjadi masalah
tindakan kolektif. Negara-negara pada posisi lebih baik untuk mengatasi
masalah-masalah ini karena Negara punya kewenangan untuk menggunakan koersi
(kekerasan , paksaaan) untuk memaksa setiap individu-individu untuk melakukan
tindakan-tindakan demi kepentingan bersama (yaitu memaksa mereka untuk membayar
agar bisa mendapatkan keuntungan dari barang public). Selain itu pemerintah adalah lembaga yang
lebih kuat sentralisasinya daripada pasar sehinga memungkinkan Negara untuk
memngatasi masalah-masalah koordinasi dalam pengambilan keputusan yang
desentralisai.
d. Oligopoli
dan Monopoli
Oligopoli dikatakan terjadi ketika beberapa perusahaan
mengendalikan sebagian besar dari pasar atau aset dalam pasar untuk sebeuah
sektor tertentu. Perusahaan hanya bisa mengatur parameter-parameter utama dalam
pasar, seperti misalnya harga. Perusahaan-perusahaan dalam oligopoli bisa
menentukan atau menetapkan level harga lebih tinggi dibandingkan dengan level
harga yang bisa terbentuk dalam persaingan sempurna.
Selain
menaikan harga, perusahaan dalam oligopoly juga bisa membatasi output, karena
mereka sudah mendapatkan laba yang tinggi dengan menjual prodok yang lebih
sedikit dengan harga yang lebih tinggi.
Dari sudut pandang efesiensi,scenario diatas akan dirasa memperhatikan.
Perusahaan akan menghaasilkan terlalu sedikit tapi meminta harga yang terlalu
tinggi jika dibandingkan dengan standar berupa kondisi dalam persaingan
sempurna. Individu - individu dan perusahaan-perusahaan yang hanya mampu
membeli dengan harga yang lebih rendah akan menjadi tersingkir dari pasar.
Kepuasaan atau kegunaan (utility) akan menurun. Dalam situasi ini, harga tidak
mencerminkan biaya produksi dan kelangkaan sumber daya tidak teralokasikan
dengan efisien.
BAB III
PEMBAHASAN
A. Peran Sektor Pariwisata dalam Pembangunan
Ekonomi Masyarakat Kota Batu.
Industri pariwisata dapat
menghasilkan manfaat ekonomi yang sangat besar baik bagi negara, bagi wilayah
setempat yang bersangkutan, maupun bagi negara asal dari para wisatawan yang
datang berkunjung. Hal itu sejalan dengan tujuan dari didirikannya sebuah
negara yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 pada alinea keempat yang menyebutkan bahwa tujuan dari
didirikannya suatu negara Indonesia adalah untuk : melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia
yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Atas dasar hal itu pemerintah dalam
menjalankan dan melaksanakan tujuan dari negaranya tersebut, tidak dapat
bekerja sendiri tanpa adanya didukung oleh partisipasi dari rakyat yaitu dari
masyarakat Indonesia sendiri. Salah satu bentuk dari partisipasi masyarakat
Indonesia itu di antaranya adalah dengan cara setiap daerah / wilayah memajukan
sektor pariwisata di daerahnya dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam
dan sumber daya manusia yang ada dengan sebaik-baiknya sehingga dapat menarik
para wisatawan yang ada di dalam negeri maupun wisatawan asing untuk berkunjung
dan berwisata ke daerahnya.
Sebagai salah
satu daerah yang terkenal dengan potensi wisatanya yang beraneka ragam,
pertumbuhan ekonomi masyarakat kota Batu tentunya diharapkan dapat berkembang
dengan memanfaatkan potensi wisata yang ada. Namun demikian, untuk mengelola
potensi wisata yang ada dibutuhkan kerjasama yang baik antar semua elemen
masyarakat seperti pemerintah, masyarakat dan tentunya pengusaha sebagai
pemilik modal.
Joseph
Schumpeter, salah seorang tokoh pemikiran Neo-Klasik menjelaskan bahwasanya
untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, diperlukan peran dari para pengusaha
yang bisa membuat inovasi di dalam perekonomian. Para pengusaha ini mempunyai
modal yang selanjutnya akan di investasikan untuk kegiatan ekonomi. Dan hal ini
tentunya akan menambah tingkat konsumsi masyarakat dan pendapatan sehingga
terjadilah pertumbahan ekonomi. Di dalam proses inovasi teori schumpter ini ada
3 faktor yang mempengaruhi, yaitu : Laba/keuntungan sebagai modal, Pemanfaatan
teknologi-teknologi baru dan Proses Meniru (imitasi) dari para pengusaha yang
lebih maju.[2]
Berdasarkan
hal ini, pembangunan sector pariwisata dalam usaha pertumbuhan ekonomi tentunya
harus bisa melibatkan pengusaha atau prifat
sector. Hal ini dikarenakan pengusaha adalah pihak yang memiliki modal dan
jasa. Pengelolaan tempat wisata yang baik dan menarik tentunya membutuhkan dana
dan pekerja yang besar dan berkualitass untuk bisa menghasilkan atau menjadikan
tempat wisata menarik bagi wisatawan. Oleh karena itu, peran pengusaha sebagai
pemilik modal sangat menentukan pembangunan ekonomi dengan investasi yang
dimiliki. Peran para pengusaha selain sebagai pengelola tempat wisata,
pengusaha juga dapat terlibat dalam pengelolaan atau penyediaan layanan jasa
bagi para wisatawan. Misalnya, dengan membuat hotel atau penginapan, layanan
transportasi, warung atau café dan lain sebagainya.
Adanya
keterlibatan pengusaha dalam pengelolaan pariwisata dengan membuat usaha
terhadap sector pariwisata, tentunya akan menyerap tenaga kerja dari
masyarakat. Hal ini akan meberikan lapangan pekerjaan bagi masyarakat yang
kemudian secara bertahap akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Hal seperti
ini telah terjadi di kota Batu, dimana pengusaha dengan kekuatan modal atau
investasi yang dimiliki telah berjasama dengan pemerintah dan melibatkan
masyarakat didalamnya untuk bersama-sama mengelola sector pariwisata.
Pihak
swasta yang ikut membantu perkembangan pariwisata Kota Batu di antaranya adalah
Jawa Timur Park Group. Jawa Timur Park Group yang didirikan oleh Paul Sastro
asal Malang ini, merupakan perusahaan yang bergerak di bidang industri
pariwisata terbesar di Jawa Timur dan Pulau Jawa dan banyak anak perusahaan
tersebar khususnya di wilayah Jawa Timur. Anak perusahaanya yang terletak di
Kota Batu di antaranya Jawa Timur Park 1, Jawa Timur Park 2, Batu Night
Spectaculer, Hotel Pohon Inn, Pondok Jatim Park dan Eco Green Park. Alasan
memilih Kota Batu sebagai pembangunan wisata dari Jawa Timur Park Group adalah
keindahan Kota Batu dan faktor lingkungan yang mendukung. Dengan adanya
investor tersebut secara tidak langsung membantu pembangunan Kota Batu dalam
hal perekonomian. Mereka adalah pihak swasta yang ikut membantu perkembangan
pariwisata Kota Batu. Keberadaan swasta akan membuka lapangan pekerjaan baru
bagi masyarakat Kota Batu. Tingkat pengangguran di Kota Batu pada tahun 2013
menurun menjadi 3.404 orang atau 2,32 persen dibandingkan tahun 2012 kurang
lebih 6.000 orang atau 4,34 persen.[3]
Selain
itu, masyarakat setempat juga ikut membantu dalam perkembangan pariwisata di
Kota Batu. Bentuk partisipasi masyarakat di antaranya adalah membangun home
industri dan kesenian, seperti home industri yang terletak di Kecamatan Bumiaji
yaitu kerajinan bambu anjasmoro, keripik tempe, roti roterrdam, petik apel dan
usaha lainnya. Peran serta melalui kesenian. Kesenian yang ada di Kota Batu di
antaranya seperti kuda lumping, reog, karawitan, campur sari dan pencak silat.
Kesenian tersebut biasanya tampil dalam acara karnaval tujuh belasan, acara
Suroan yang dilaksanakan dengan berbagai macam tarian dan budaya seperti reog
dan kuda lumping dan karnaval bunga yang dilaksanakan secara rutin dan menjadi
salah satu even tahunan. Mereka sebagai masyarakat ikut berpartisipasi dalam
pembangunan pariwisata di Kota Batu.
Peran
serta masyarakat tersebut adalah wujud partisipasi dan kesadaran masyarakat
Kota Batu dalam membantu perkembangan pariwisata dan adanya keinginan untuk
mengharumkan nama Kota Batu secara nasional maupun internasional. Untuk jenis
wisata yang ada di Batu cenderung menonjolkan potensi alamiah lingkungan
sekitarnya. Mengingat sektor pariwisata memberikan kontribusi yang sangat besar
untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) maka pendapatan yang diperoleh akan dikelola
dan diwujudkan dalam bentuk pembangunan berupa pembangunan secara fisik maupun
pembangunan non fisik. Beberapa wisata alam yang di Kota Batu antara lain
kawasan wisata bunga Sidomulyo, obyek wisata Cangar, obyek wisata alam Gunung
Panderman, obyek wisata Gunung Banyak, obyek wisata Alam Cuban Talun dan obyek
wisata Alam Cuban Rais.
Untuk
wisata buatannya yaitu, obyek wisata Songgoriti, obyek wisata Jatim Park 1,
Museum Satwa (Jatim Park 2), obyek wisata Selecta, obyek wisata Taman Rekreasi
Agro Wisata dan Batu Night Spectaculer (BNS). Selain itu ada juga wisata Budaya
yang menampilkan kebudayaan serta kesenian yang ada di Kota Batu, seperti Kuda
Lumping, reog dan kesenian lainnya. ada juga wisata kerajinan, seperti kain
batik apel, patung, kerajinan besi, cowek dan lainnya.
Pembangunan sector pariwisata di Kota Batu
meberikan dampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi masyarkatnya. Dengan
adanya pariwisata, sebagian masyarakat Kota Batu dapat merubah mata pencaharian
mereka dari sektor pertanian atau sektor lain ke sector pariwisata, seperti
pedagang, pelayan rumah makan, pelayanan hotel, pelayanan vila dan jasa
perjalanan umum. Secara tidak langsung kegiatan pariwisata di Kota Batu membawa
perubahan yang berarti bagi masyarakat Kota Batu dan sekitarnya.
Perubahan
masyarakat dengan adanya sector pariwisata khususnya dalam hal ekonomi atau
menyangkut mobilitas vertikal terlihat pada beralihnya mata pencaharian
masyarakat dari sektor pertanian ke sector pariwisata, misalnya dulu menjadi
buruh tani meningkat menjadi pemilik vila dan sebagainya. Hal ini akan
memberikan kedudukan lebih baik daripada sebagai buruh tani.
Namun
demikian, berkenaan dengan masalah pembangunan ekonomi, tentunya tak lepas dari
permasalahan persaingan, baik itu persaingan dalam mekanisme pasar, persaingan
antar penyedia barang (produksi) dan lain sebagainya. Persaingan ini pada
dasarnya bertujuan untuk mendapatkan untung dengan memanfaatkan ketertarikan
konsumen.
Dalam teori neo-klasik mengasumsikan
bahwa tindakan konsumsi terhadap berbagai barang yang berbeda semuanya
sama-sama menghasilkan satu dampak yang sama, yaitu kepuasan (satisfication)
atau kegunaan (utility) bagi konsumen (Caporaso dan Levine, 2008: 187).
Pilihan atau
tindakan pelaku ekonomi harus berdasarkan tujuan yang mengandung kepuasaan dan
kegunaan, yang dimaksudkan kegunaan setiap barang adalah tiap-tiap individu
dalam memenuhi kepuasaan tentunya berbeda hal inilah yg dimaksudkan bahwa
tiap-tiap barang juga memliki kegunaan yang berbeda.
Berdasarkan
hal ini, persaingan antar pengelola tempat wisata atau penyedia layanan jasa
(penginapanm transportasi, dan cinderamata) terhadap konsumen (wisatawan)
merupakan usaha para produsen antuk membuat suatu produk dan layanan yang
sesuai dengan kepuasan, dan kegunaan bagi konsumen. Selain itu, kita juga harus
paha bahwa setiap orang itu punya kadar yang berbeda-beda tentang nilai
kepuasaan dan kegunaan. Oleh karena itu, tugas para pengelola wisata adalah
meberikan pelayanan yang sebaik mungkin. Perkara apakah itu menarik atau tidak,
itu tergantung kepuasan para wisatawan.
Selain itu, ide utama dalam pemikiran
neoklasik adalah konsep “pilihan yang dibatasi” (constrained choice). Konsep
ini memandang individu sebagai pelaku yang membuat pilihan, atau orang yang
harus memilih dari beberapa alternatif tindakan berdasarkan pandangan atau
imajinasinya sendiri tentang apa dampak dari tiap-tiap alternatif itu bagi
dirinya. Ekonomi dalam pendekatan neoklasik dipandang sebagai proses dimana
orang berusaha memaksimalkan pemenuhan terhadap kebutuhan berdasarkan sumber
daya yang ada.
Hal ini diasumsikan bahwa, pilihan konsumen pada
dasarnya terbatasi dengan apa yang disediakan oleh produk. Artinya, dalam
sector pariwisata misalnya pilihan para wisatawan akan layanan atau jenis
barang yang dibutuhkan itu terbatas pada apa yang disediakan oleh pengelola
pariwisata. Hal ini tentunya berdampak positif bagi masyarakat karena,
masyarakat dan penglola akan semakin berusaha untuk meningkatkan layanan untuk
menarik minat wisatawan. Sehingga, hal ini akan semakin menambah pertumbuhan
ekonomi masyarakat.
Pertumbuhan
ekonomi masyarakat kota Batu dari sector pariwisata sangat berkembang dengan
adanya sector pariwisata. Pariwisata dianggap dapat membuka lapangan kerja bagi
penduduk lokal di bidang pariwisata seperti : tour guide, waiter, bell boy, dan
lain-lain. Selain itu, dibangunnya fasilitas dan infrastruktur yang lebih baik
demi kenyamanan para wisatawan yang juga secara langsung dan tidak langsung
bisa dipergunakan oleh penduduk lokal pula. Dan yang paling penting adalah mendapatkan
devisa (national balance payment) melalui pertukaran mata uang asing (foreign exchange).
Pertumbuhan
ekonomi dalam pandangan neo-klasik juga dipengaruhi oleh ekternalitas, yaitu dampak
dari transaksi terhadap pihak ketiga (yang tidak ikut transaksi) yang tidak
melewati system harga dan muncul sebagai efek samping yang tidak disengaja dari
kegiatan orang lain atau kegiatan perusahaan lain”
Jika
eksternalitas terjadi, maka akan ada orang lain yang menerima keuntungan atau
harus mengeluarkan biaya untuk urusan urusan yang terjadi bukan atas kehendak
mereka sendiri. Dalam ilmu ekonomi neoklasik sendiri memiliki alasan, bahwa
eksternalitas dapat mengganggu efisiensi dari operasi dalam perekonomian.
Contoh eksternalitas negative yang di timbulkan oleh perusahaan, seperti polusi
yang menimbulkan biaya atau kerugian bagi pihak pihak di luar perusahaan dalam
bentuk gangguan kesehatan dan biaya pengobatan.
Hal
seperti ini harus menjadi perhatian bagi pengelola industry pariwisata khusunya
di kota Batu. Salah satu dampak ekternalitas pariwisata misalnya adalah dampak
terhadap lingkungan dan ekosistem hewan yang ada di sekitar tempat wisata.
Sebagian wilayah Kota Batu pada dasarnya memang terdiri dari hutan lindung, dan
kebanyakan tempat wisata alam seperti Coban Rondo, coban rais, Permandian air
panas Cangar dan lain sebagainya terletak dalam kawasan hutan lindung yang
dihuni oleh beberapa jenis kera dan makhluk hidup lain. Hal ini harus menjadi
perhatian bagi masyarakat dan pemerintah kota Batu, jangan sampai ada pihak
yang dirugikan dalam pengelolaan sector pariwisata.
B. Peran Pemerintah dalam Peningkatan
Pariwisata terhadap Pembangunan Ekonomi Masyarakat Kota Batu.
Pengembangan pariwisata merupakan peran yang
sangat penting bagi pembangunan suatu wilayah. Adanya berbagai kegiatan
pariwisata maka daerah-daerah yang memiliki potensi dasar pariwisata akan dapat
lebih berkembang dan maju. Selain itu, pariwisata di beberapa daerah dapat
memberikan dampak positif dalam perekonomian terutama dalam pemasukan devisa.
Dengan adanya berbagai misi kepariwisataan, maka daerah yang memiliki potensi
dasar pariwisata cenderung mengembangkan potensi daerah yang ada sehingga
diharapkan mampu menarik wisatawan dalam jumlah besar.
Pertumbuhan
ekonomi sangatlah penting dan memiliki pengaruh yang begitu besar dalam
pembangunan politik suatu negara. Oleh
karena itu, dibutuhkan kerjasama yang baik dari setiap stake holder
(pemerintah, masyarakat dan swasta) dalam pengelolaan sector pariwisata ini. Di
era modern sekarang kesadaran akan pengembangan periwisata menuntut kita untuk
kembali memperlajari soal regulasi. Karena pengembangan pariwista tidak lepas
dari peran serta pemerintah, lembaga, dan masyarakat. Dimana hubungan ketiga
komponen itu dijelaskan secara panjang lebar di dalam teori regulasi yang
membahas tentang konsumsi dan analisis diskursif pandangan kedepan dalam
penelitian ekonomi politik pariwista.
Permasalahan
selanjutnya adalah bagaimana negara bisa menjaga dan memaksimalkan potensi
pariwisata ini agar bisa terus berkembang dan tidak tersaingi dengan negara
lain. Serta bagaimana peran pemerintah dalam industri pariwisata terhadap
pembangunan ekonomi.
Peranan pemerintah atau negara dalam perekonomian
berdasarkan teori ekonomi politik telah banyak ditelaah oleh para ilmuan. Salah
satu teori atau pendekatan ekonomi politik adalah teori neo-klasik, yang
mengatakan peranan politik dalam pandangan neo-klasik mempunyai persamaan dan
juga perbedaan dengan pandangan klasik. Persamaan klasik dan neo-klasik,
sama-sama memandang bahwa urusan ekonomi diluar urusan politik, artinya politik
atau pemerintah diciptakan untuk mengurusi hal-hal diluar ekonomi. Namun disisi
lain kalangan neo-klasik juga memiliki pandangan yang lain mengenai peranan
politik dalam ekonomi, adanya tiga jenis kegagalan pasar yang ternyata tidak
bisa dijelaskan oleh kalangan klasik. Jenis kegagalan pasar itu disebabkan
karena adanya eksternalitas, kegagalan yang terkait dengan barang publik
(public good) dan kegagalan yang disebabkan karena terjadinya monopoli. Peranan
politik sangat diperlukan dalam pandangan neoklasik apabila pasar tidak
memberikan peluang kepada individu untuk mencapai level pemenuhan kebutuhan
sesuai dengan sumber daya yang tersedia.[4]
Berdasarkan
hal ini, ajaran neo-klasik mengatakan bahwa dalam proses pertumbuhan atau
pembangunan ekonomi, peran pemerintah, negara (politik) sangat diperlukan.
Peran politik atau pemerintah dalam hal ini adalah bagaimana negara atau
pemetintah memberikan perlindungan dan pengendalian pertumbuhan ekonomi melalui
kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan. Berdasarkan hal ini, peran pemerintah
kota Batu dalam pembangunan sector pariwisata sebenarnya telah dimulai sejak
Kota Batu ditetapkan sebagai pemerintah Kota pada tahun 2001, Kota Batu mulai
menata dan membangun kotanya. Dengan mengacu kepada kebijakan Pemerintah
Indonesia tentang kepariwisataan dan dengan berdasarkan pada konsep daerah yang
ingin memajukan pariwisata, maka Pemerintah Kota Batu mulai menjalankan
kebijakan kebijakan tertentu guna memajukan industri pariwisata.
Hal
tersebut tertuang dalam visi Kota Batu di bawah pimpinan Walikota pertama Kota
Batu, H. Imam Kabul, yaitu : “Batu agropolitan bernuansa pariwisata dengan
masyarakat madani”. Misi Kota Batu bertujuan untuk meningkatkan kepariwisataan
di antaranya adalah “Meningkatkan kwalitas Sumber Daya Manusia (SDM), yang
ditandai dengan meningkatkan kualitas pendidikan, kesehatan, keterampilan dan
penguasaan ilmu pengetahuan dan teknolog (IPTEK) guna menghadapi era
globalisasi serta mengelola sumber daya alam berbasis pada pertanian dan
pariwisata yang berwawasan lingkungan, pengembangan sistem ekonomi kerakyatan
yang selaras dengan perkembangan dunia usaha melalui kemitraaan usaha ekonomi
lemah dengan industri pariwisata dan pertanian dalam rangka meningkatkan
pertumbuhan ekonomi, pendapatan masyarakat serta mengurangi kesenjangan sosial
ekonomi maupun kemiskinan dan pengangguran dan perwujudan kehidupan sosial yang
dinamis dan berkembang seni budaya serta olahraga untuk menunjang pariwisata
daerah”[5]
Berdasarkan hal ini,
kebijakan atau pembangunan sector pariwisata di Kota Batu telah menjadi program
jangka panjang yang dimulai dari tahun 2001 dan menjadi acuan bagi wali kota
selanjutnya untuk membangun kota Batu yang memanfaatkan sector pariwisatanya
tentuna dengan inovasi baru sesuai dengan perkembangan zaman.
Kebijakan
tentang kepariwisataan di Kota Batu memang sudah diatur dan direncanakan dengan
baik. Seperti dalam PERDA Kota Batu Nomor 4 Tahun 2004 tentang fungsi Kota
Batu. Dijelaskan bahwa fungsi Kota Batu yaitu sebagai Kota Pertanian dan Kota
Pariwisata. Kota Pertanian (agropolitan) yaitu pengembangannya diarahkan pada
kegiatan pembangunan pertanian terpadu dimana kondisi fisik, sosial budaya dan
ekonomi cenderung kuat dan mengarah pada kegiatan pertanian. Kota pariwisata
yaitu pengembangan pariwisata Kota Batu yang meliputi pengembangan daya tarik
dan atraksi wisata, pengembangan usaha jasa wisata, pengembangan pusat
pelayanan wisata, pengembangan pusat informasi wisata terpadu (PERDA Kota Batu,
2004:09).
Kebijakan yang dikeluarkan
selain dalam bentuk Perda no. 4 tahun 2004 tentang Fungsi Kota Batu, pemerintah
juga mengatur pelaksanaan industry pariwisata melalui perda no. 7 tahun 2011
tentang RTRW, yang mengatur tentang bagaimana pembangunan kota dan wilayah kota
Batu, termasuk wahana pariwisata. sebagaimana pada pasal 10 ayat 1 poin a,
bahwa kebijakan pembangunan struktur ruang bertujuan untuk mewujudkan pusat
kegiatan yang memperkuat kegiatan agribisnis, pariwisata, dan kegiatan kota
lain secara maksimal. Selain itu, Perda
RTRW Kota Batu juga bertujuan untuk mewujudkan kota Batu sebagai kota
pariwisata yang diperhitungkan di tingkat regional, nasional bahkan
internasional. (pasal 7 poin c Perda Kota Batu no. 7 Tahun 2011 tentang RTRW).
Berdasarkan hal ini, peran pemerintah Kota Batu
dalam pembangunan ekonomi yaitu sebagai pihak yang mengeluarkan peraturan dan
regulasi tentang mekanisme pengelolaan pembangunan ekonomi (sector pariwisata)
telah dilaksanakan dengan adanya regulasi seprti dijelaskan di atas. Tugas
selanjutnya adalah bagaimana ketiga sector (masyarakat, pemerintah dan swasta)
semakin berinovasi dalam pengelolaan pariwisata yang ada di kota Batu, untuk
mewujudkan cita-cita bersama kota Batu yaitu menjadikan Kota Batu sebagai kota
Pariwisata Internasional.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan.
Pertumbuhan
ekonomi merupakan agenda nasional dan menjadi bagian dalam pembangunan bangsa
Indonesia. Salah satu sector yang ikut
mempengaruhi pertumbuhan ekonomi adalah pariwisata. Hal ini didukung dengan
kondisi bangsa Indonesia yang kaya akan keindahan budaya dan keindahan alam dan
tersebar di suluruh nusantara
Kota Batu adalah daerah yang memiliki potensi pariwisata
yang beraneka ragam dan telah terkenal di Indonesia bahkan mancanegara.
Pembangunan sector pariwisata di Kota Batu melibatkan peran masyarakat,
pemerintah dan swasta (pengusaha), sehingga dengan adanya kerjasama antar
ketiganya dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi kota Batu.
Adanya
sector pariwisata di Kota Batu, memberikan dapak positif bagi perekonomian
masyarakatnya, dampak positif ini antara lain. Terciptanya lapangan pekerjaan
bagi masyarakat seperti petugas hotel/penginapan, pelayan, tour guide, petugas
transporasi. Selain itu, mata pencaharian masyarakat tidak hanya pada sector
pertanian tapi juga dengan menyediakan pelayanan bagi wisatawan, misalnya
membuat villa penginapan, café, warug makan, atau membangun home industry
kuliner seperti keripik, dan kerajinan tangan. Sector pariwisata membuka
lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Kota Batu. Tingkat pengangguran di Kota
Batu pada tahun 2013 menurun menjadi 3.404 orang atau 2,32 persen dibandingkan
tahun 2012 kurang lebih 6.000 orang atau 4,34 persen.
Peran pengusaha dalam pembangunan pariwisata di
kota Batu sangat berpengaruh, hal ini karena pengusaha sebagai pihak yang
memiliki modal dapat mengelola sector pariwisata dengan baik. Hal ini sesuai
apa yang dikatakan oleh Joseph Schumpeter, salah seorang tokoh pemikiran
Neo-Klasik menjelaskan bahwasanya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi,
diperlukan peran dari para pengusaha yang bisa membuat inovasi di dalam
perekonomian.
Peran pemerintah dalam pembangunan sector
pariwisata adalah disamping sebagai pihak yang memiliki wewenang dan kekuasaan,
pemerintah juga berperan untuk mengatur pengelolaan pariwisata di Kota Batu
dengan mengeluarkan kebijakan atau aturan terkait bagaimana pengelolaan sector
pariwisata agar tidak merugikan pihak ain.
B. Saran.
Pembangunan ekonomi dari sector
pariwisata seperti yang telah dilakukan di Kota Batu, harus bisa menjadi contoh
dan inspirasi bagi daerah lain di Indonesia, apalagi Indonesia kaya akan
potensi wisata yang tersebar di seluruh wilayah dan daerah di nusantara.
Potensi itu harus dikelola dengan baik agar bisa meningkatkan perekonomian
masyarakat di daerah pada khusunya dan meningkatkan perekonomian negara pada
umumya.
DAFTAR PUSTAKA
Referensi
Buku:
Lane,
Jan-Erik & Svante Ersson, 2002, Ekonomi
Politik Komparatif, Raja Grafindo
Persada, Jakarta.
Nawawi,
Ismail, 2006, Pembangunan dan Problema
Masyarakat, Putra Media Nusantara, Surabaya.
Rudianto,
2011, Perencanaan Pembangunan Nasional
dan Regional, Cakrawala Media, Malang.
Referensi Website:
Website,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Batu, http://website.batukota.go.id/kategori-2-pariwisata.
diakses pada 21 November 2017, pukul 17.44.
Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kota Batu, http://kotabatu.web.id/item/profil-dinas-kebudayaan-dan-pariwisata-kota-batu/,
diakses pada tanggal 22 november 2017. Pukul 22.45.
Imran,MengembangkanPariwisataMembangunKota,http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/68099/Imron%20Hanas.pdf?sequence=1,
diakses pada 20 November 2017, pukul 21.22.
[1] Website, Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Kota Batu, http://website.batukota.go.id/kategori-2-pariwisata. diakses pada 21 November 2017,
pukul 17.44.
[2] Lane, Jan-Erik & Svante
Ersson, Ekonomi Politik Komparatif, Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2002, hlm. 65.
[3] Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kota Batu, http://kotabatu.web.id/item/profil-dinas-kebudayaan-dan-pariwisata-kota-batu/, diakses pada tanggal 22
november 2017. Pukul 22.45.
[4] Ibid, hlm. 66.
[5] Imran, Mengembangkan Pariwisata Membangun Kota,
http://repository.unej.ac.id/bitstream/handle/123456789/68099/Imron%20Hanas.pdf?sequence=1
, diakses pada 20 November 2017, pukul 21.22.