- Back to Home »
- Pemerintahan , politic »
- Relasi antara Pemerintah, Sektor Swasta dan Masyarakat dalam Mengatasi Masalah Kemiskinan
“Relasi Tiga Aktor (Pemerintah, Masyarakat dan Prifat Sektor) dalam Mengatasi Kemiskinan”
Latar Belakang.
Upaya penanggulangan kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya bersama dari semua pemangku kepentingan, sehingga membutuhkan sinergi dan kemitraan dengan semua pihak. Pemerintah, termasuk pemerintah daerah, kalangan swasta, kalangan organisasi kemasyarakatan, kalangan universitas dan akademisi, kalangan politik dan tentunya masyarakat sendiri perlu membangun visi yang sama, pola pikir dan juga pola tindak yang saling menguatkan dengan difokuskan pada upaya penanggulangan kemiskinan. Dalam kemitraan yang saling menguatkan inilah maka berbagai sasaran peningkatan kesejahteraan rakyat dapat dicapai dengan baik. Pemerintah sangat mendukung setiap prakarsa dan inovasi yang dijalankan serta dikembangkan oleh semua pihak dalam mendukung upaya peningkatan kesejahteraan rakyat ini.
Kemiskinan dan pengangguran adalah masalah mendasar bagi negara berkembang, termasuk Indonesia. Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan hasil survei pada Maret 2010, jumlah orang miskin di Indonesia sebanyak 32,53 juta jiwa atau sebesar 14,15 % dari total jumlah penduduk Indonesia. Hal ini tidak jauh berbeda dengan hasil survey ditahun 2009. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka pada Februari 2010 mencapai 8,59 juta orang atau sebesar 7,41 % dari total penduduk Indonesia. Sementara itu, angka kemiskinan di Indonesia dari tahun ke tahun memang mengalami penurunan. Pada tahun 2010 angka kemiskinan mencapai 32 juta jiwa, kemudian menurun jadi 30 juta ditahun 2011. Hingga Maret 2012, tingkat kemiskinan di Indonesia adalah 11,96 persen, apabila angka tersebut dikonversikan ke jumlah penduduk, maka ditemukan angka 29,13 juta jiwa penduduk masih masuk dalam kategori miskin. Pemerintah menggenjot pemberantasan kemiskinan dengan beragam program, diantaranya progam PNPM Mandiri, bansos, hingga beras murah.
Program tersbeut dirasa masih jauh dari ideal lantaran penurunan angka kemiskinan yang stagnan. Bahkan, selama pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono angka kemiskinan dibagi menjadi golongan miskin, dan hampir miskin. Beberapa pengamat menilai pemisahan itu merupakan cara pemerintah memecah angka kemiskinan.
Hal ini merupakan permasalahan nasional dimana pemerintah diharapkan dapat segera menekan angka kemiskinan dan pengangguran tersebut. Namun, karena ini adalah permasalahan nasional maka diharapkan bukan hanya pemerintah yang memikirkan pemecahan masalah tersebut. Pihak swasta atau prifat sektor juga diharapkan mengambil peran untuk membantu pemerintah menekan angka kemiskinan dan pengangguran di negara ini.
Dalam usaha untuk mengurangi kemiskinan, peran sektor swasta juga sangat dibutuhkan, oleh karena itu, pemerintah telah mengambil inisiatif untuk mendorong peran pihak swasta dengan diterbitkannya UU No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan UU No 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal yang mewajibkan perusahaan khususnya perusahaan yang memanfaatkan sumber daya alam untuk mengeluarkan dana tanggung jawab sosial perusahaan. Dengan peraturan ini, diharapkan sektor swasta terutama sektor atau industri yang menggunakan sumber daya alam dalam menjalankan usahanya agar dapat lebih meningkatkan perannya dalam mengatasi permasalahan sosial seperti kemiskinan dan pengangguran melalui kebijakan dana tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawannya atau yang biasa disebut dengan Corporate Social Responsibility (CSR).
CST atau Corporate Social Responsibility adalah merupakan komitmen perusahaan untuk bertanggung jawab secara social dan lingkungan terhadap dampak yang timbul akibat beroperasinya perusahaan disuatu daerah. Tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah menjadi istilah yang kerap kita dengar dalam suatu perusahaan, walaupun banyak perdebatan tentang definisinya di antara para ilmuan, prktisi maupun akademisi. Hal ini disebabkan karena CST adalah konsep atau istilah yang berasal dari luar, permasalaha utamanya memang adalah memberikan pemaknaan atau arti yang sesuai dengan pemahaman orang Indonesia, karena kebanyakan hal atau istilah dari luar biasanya disalah artikan oleh masyarakat indonesia, sehingga tujuan konsep yang seharusnya malah melenceng dan berbeda dengan tujuan awalnya.
Pembahasan.
Peran pemerintah, sektor swasta dan masyarakat sangat dibutuhkan dalam usaha mengurangi kemiskinan, sehingga konsep pembangunan partisipatif bisa terealisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Pembangunan partisipatif merupakan Perencanaan pembangunan partisipatif merupakan pola pendekatan perencanaan pembangunan yang melibatkan peran serta masyarakat pada umumnya bukan saja sebagai obyek tetapi sekaligus sebagai subyek pembangunan, sehingga nuansa yang dikembangkan dalam perencanaan pembangunan benar-benar dari bawah (bottom-up).
Selama ini sektor swasta hanya dianggap sebagai pihak yang hanya mencari untung atau modal sendiri tanpa memperhatikan nasib masyarakat miskin, sementara masyarakat dianggap sebagai objek pembangunan yang tidak terlibat dalam proses pembangunan dan hanya menerima program yang diberikan tanpa adanya kesempatan untuk iktu dalam pembangunan tersebut. Sehingga pembangunan tidak memuaskan masyarakat dan kesenjangan antara si kaya dan si miskin malah semakin sulit untuk di satukan. Hal ini bisa kita lihat dalam realita kehidupan baik di desa ataupun di perkotaan. Pembangunan gedung-gedung, mal, pabrik dan lain sebagainya terkadang mengakibatkan penderitaan untuk masyarakat miskin misalnya melalui penggusuran lahan atau pemukiman masyarat dengan alih untuk pembangunan yang lebih baik, tapi kenyataannya malah memberikan kesengsaraan bagi warga miskin, apalagi mereka yang memang tidak memiliki tempat tinggal.
Banyak pandangan mengungkap pentingnya sektor swasta terlibat penanggulangan kemiskinan. Sebuah pandangan berpendapat, keterlibatan swasta dalam penanggulangan kemiskinan pada dasarnya diawali dengan adanya niat pemenuhan kebutuhan internal perusahaan. Artinya, meskipun sektor swasta berusaha untuk terjun dalam program pemerintah untuk mengatasi kemiskinan, paling tidak mereka hanya berharap mendapatkan modal yang banyak tanpa memperhatikan kualitas program yang dilakukan.
Prahalad dalam The Fortune at the Bottom of Pyramid melihat kebutuhan internal dalam perusahaan melalui kepentingan perusahaan dalam memperluas pasar melalui inovasi produk dan pemberdayaan mereka yang ada di bawah garis kemiskinan agar bisa menjadi konsumen. Prahalad berpendapat, dengan menjadi konsumen, peluang untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui aktivitas ekonomi residual menjadi lebih besar.
Survei McKinsey and Company hasil wawancara dengan hampir 400 pimpinan perusaha- an multinasional di seluruh dunia pada pertemuan UN Summit on Corporate Citizenship bertajuk "Shaping the New Rules of Competition" mempertegas pandangan itu. Survei menemukan prioritas sosial tertinggi yang menarik minat perusahaan: sektor edukasi dan ketenagakerjaan (50 persen) serta governance (44 persen). Aneka pilihan itu jelas terkait kebutuhan perusahaan atas ketersediaan tenaga terampil dan kepastian iklim usaha.
David Vogel dalam The Market for Virtue memberi perspektif berbeda, bahwa hakikat perusahaan sebagai entitas pencari keuntungan tidak dapat diganggu gugat. Dorongan untuk memupuk keuntungan dan memikirkan diri sendiri, akan membatasi sektor swasta agar selaras dengan yang diharapkan banyak pihak dalam penanggulangan kemiskinan. Sektor swasta akan selalu melakukan aneka pilihan yang aman untuk kelangsungan hidup perusahaan.
Karena itu, agar partisipasi sektor swasta relevan, dorongan eksternal untuk mengatur perilaku sektor swasta menjadi mutlak. Regulasi pemerintah yang mengatur aktivitas sosial perusahaan menjadi penting. Perluasan dari aturan-aturan hukum yang ada untuk memastikan perilaku bertanggung jawab dari sektor swasta, misalnya hukum tenaga kerja dan lingkungan hidup, harus diutamakan. Dengan adanya peran dari konsep CST atau Corporate Social Responsibility yang ada dalam perusahaan swasta, jika dimanfaatkan secara maksimal memang bisa berguna dan sedikit banyak bisa mempengaruhi pola perubahan kemiskinan di negara ini. CSR merupakan komitmen perusahaan untuk bertanggung jawab secara social dan lingkungan terhadap dampak yang timbul akibat beroperasinya perusahaan disuatu daerah. Bila sebelumnya perusahaan hanya memperhatikan Keuntungan (Profit), kedepan perusahaan juga harus memperhatikan masyarakat (People) dan Lingkungan (Planet).
Kombinasi ketiga hal tersebut dikenal dengan istilah 3P ataupun Triangle P. Salah satu implementasi konsep CSR adalah dengan menjalankan program Community Development (pengembangan masyarakat). Program Community development merupakan kegiatan pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisisi social ekonomi dan kehidupan yang lebih baik apabila dibandingkan dengan kegiatan pembangunan sebelumnya (Budiamanta, 2002).
Implementasi CSR memiliki keuntungan bagi perusahaan dalam dua sisi. Disisi internal, implementasi CSR dapat mengurangi biaya produksi, menambah keuntungan,meningkatkan kepercayaan dan loyalitas konsumen dan mengurangi resiko. Dari sisi eksternal, penerapan CSR akan membentuk reputasi, kepercayaan publik dan membangun modal sosial. Penerapan konsep CSR yang baik membuat masyarakat sekitar akan merasa perusahaan tidak hanya mencari keuntungan semata tetapi juga peduli terhadap pemberdayaan masyarakat sekitar dan lingkungan.
Kegiatan kegiatan dari program community development seperti program kemitraan, pendampingan dan pemberian pinjaman lunak kepada kelompok usaha kecil menengah, pendampingan kelompok tani, pelatihan wirausaha, pelatihan ketrampilan kerja, pemberian beasiswa, dll diharapkan dapat membantu masyarakat untuk mencapai kondisi ekonomi dan sosial yang lebih baik sehingga dapat menekan angka kemiskinan dan pengangguran di negeri ini. Kegiatan-kegiatan community development tersebut dapat membuka lapangan kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Perlu diketahui bahwa bentuk dan model kegiatan dari program community development mungkin berbeda antara satu daerah dengan daerah lainnya.
Hal ini bergantung pada pola kehidupan masyarakat, kearifan lokal dan budaya dari masyarakat tersebut. Saat ini, model penyusunan program community development yang baik telah beralih dari Top-Down (program yang dibuat langsung oleh perusahaan), menjadi model Bottom-Up (program diusulkan oleh masyarakat dan dimediasi oleh CSR officer perusahaan). Model ini sangat bermanfaat karena program yang dibuat sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan maysarakat merasa memiliki program tersebut. Hal ini penting agar dana yang dikeluarkan perusahaan yang jumlahnya tidak kecil bisa dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Saat ini sudah cukup banyak perusahaan yang menjalankan tanggung jawab sosialnya. Namun, kebanyakan hanya bersifat charity (bantuan atau amal) dan dampaknya hanya bersifat sementara karena dana yang digunakan tidak disesuaikan dengan kebutuhan dan peningkatan ekonomi masyarakat. Kedepan, diperlukan suatu standar penerapan CSR yang baik sehingga dana besar yang dikeluarkan tidak terkesan sia sia.
Namun, payung hukum tanggung jawab sosial perusahaan berupa UU yang telah disebutkan diatas belumlah cukup untuk mewajibkan perusahaan dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya. Setidaknya ada dua hal yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk mempertegas UU tersebut. Pertama, Dibutuhkan Peraturan Pemerintah untuk memperjelas besaran dana CSR yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Hal ini bertujuan agar perusahaan punya standar pengeluaran dana CSR sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Mantan wakil Presiden RI, Jusuf Kalla pernah menyatakan bahwa besarnya dana CSR yang harus dikeluarkan oleh perusahaan berkisar antara 2-3 % dari laba bersih perusahaan tersebut. Kedua, Peratuan pemerintah atau Keputusan Menteri dibutuhkan untuk implementasi, pengawasan dan rincian sanksi apabila ada perusahaan yang tidak mengeluarkan dana CSR yang telah ditetapkan besarannya. Sanksi ini berfungsi sebagai warning bagi perusahaan yang masih enggan menjalankan tanggung jawab sosialnya. Sanksi ini bisa berupa teguran dan bahkan sampai pada pemutusan kontrak karya perusahaan.
Para praktisi dan pemerhati CSR masih menunggu regulasi yang tegas dari pemerintah sebagai tindak lanjut dari UU tersebut . Regulasi ini termasuk kementerian apa yang mengawasi penerapan CSR. Saat ini belum ada kejelasan kementrian apa yang sebaiknya menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam penerapan CSR. Bila diperhatikan, beberapa kementrian saling klaim. Kemensos, kementrian LH, Kementrian Industri , kementrian BUMN adalah beberapa yang merasa memiliki hubungan erat dengan penerapan CSR.
Terlepas dari belum dikeluarkannya PP ada Kepmen, kita sepatutnya mengapresiasi inisiatif pemerintah yang telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan penerapan CSR. Kita juga seharusnya memberi apresiasi kepada perusahaan perusahaan yang telah mengeluarkan dana CSR dan telah menerapkan konsep CSR dengan baik dan berkelanjutan jauh sebelum UU 25 dan UU 40 dibuat. Mereka secara konsisten menjalankan tangggung jawab sosialnya walaupun belum ada regulasi yang tegas dan pengawasan yang ketat dari pemerintah.
Pengentasan kemiskinan pada dasarnya tidak bisa dipisahkan dari program pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat adalah proses pembangunan di mana masyarakat berinisiatif untuk memulai proses kegiatan sosial untuk memperbaiki situasi dan kondisi diri sendiri. Pemberdayaan masyarakat hanya bisa terjadi apabila warganya ikut berpartisipasi. Suatu usaha hanya berhasil dinilai sebagai "pemberdayaan masyarakat" apabila kelompok komunitas atau masyarakat tersebut menjadi agen pembangunan atau dikenal juga sebagai subyek. Disini subyek merupakan motor penggerak, dan bukan penerima manfaat atau obyek saja.
Di Indonesia, kemiskinan merupakan salah satu masalah besar. Terutama meliahat kenyataan bahwa laju pengurangan jumlah orang miskin di tanah air berdasarkan garis kemiskinan yang berlaku jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan ekonomi dalam kurun waktu sejak Pelita I hingga 1997 (sebelum krisis eknomi). Berdasarkan fakta ini selalu muncul pertanyaan, apakah memang laju pertumbuhan yang tinggi dapat mengurangi tingkat kemiskinan atau apakah memang terdapat suatu korelasi negatif yang signifikan antara tingkat pertumbuhan dan presentase jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan? Pada dasarnya, kemiskinan dapat disebabkan oleh beberapa Faktor yang berpengaruh pada tingkat kemiskinan:
1. Pertumbuhan
2. Tingkat Pendidikan
3. Struktur Ekonomi
Kita berharap niat baik pemerintah untuk mendorong sektor swasta dapat membantu mengatasi permasalahan nasional terutama kemiskinan dan pengangguran. Pada akhirnya, penerapan CSR yang baik dan berkelanjutan disertai pengawasan dari pemerintah diharapkan mampu berkontribusi maksimal untuk menekan angka kemiskinan dan pengangguran yang akan bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Bukankah dengan bergandengan tangan dan turut berkontribusi secara bersama-sama lebih memberikan dampak yang lebih besar dibanding implementasi yang parsial.
Sebenarnya yang dituntut masyarakat adalah peningkatan kesejahteraan. Hal ini bisa diterjemahkan peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan (growth and equity). Dalam konteks Indonesia ini berarti peningkatan laju investasi, pemberdayaan ekonomi pedesaan, peningkatan lapangan kerja, serta pemerataan pendapatan dan kualitas akses bagi masyarakat. Ada tuntutan atas penyelesaian kemiskinan melalui kebijakan yang terpadu dan menyeluruh. Temuan McKinsey memaparkan, minat perusahaan untuk melakukan investasi sosial ada di wilayah yang langsung menguntungkan perusahaan dan ironisnya ada pada wilayah berbeda dengan prioritas penanggulangan kemiskinan yang strategis.
Area seperti kualitas pendidikan dan pemerintahan bersih merupakan wilayah yang langsung memberi manfaat kepada perusahaan. Namun, sektor swasta akan secara voluntary terlibat pembangunan ekonomi pedesaan, pengembangan infrastruktur, dan peningkatan pemerataan. Jika kenyataan ini diabaikan, jelas ada disharmoni antara klaim penanggulangan kemiskinan yang dikembangkan sektor swasta dengan tuntutan penanggulangan kemiskinan secara terpadu yang diharapkan masyarakat. Jika hal ini diabaikan, jelas ada ketidak sefahaman antara pelaksanaan penanggulangan kemiskinan yang dikembangkan sektor swasta dengan tuntutan penanggulangan kemiskinan secara terpadu yang diharapkan oleh masyarakat masyarakat.
Kemiskinan memang menjadi problem yang sangat sulit untuk ditangani baik dinegara berkembang dan negara maju. Berkaitan dengan pengentasan kemiskinan ini, telah diadakan pertemuan yang dihadiri 100 orang jenius untuk membahas masalah pengentasan kemiskinan di Indonesia. Mereka adalah anggota perkumpulan, Mensa, sebuah klub yang berisikan orang-orang jenius. 100 Orang peserta pertemuan itu berasal dari 15 negara dari seluruh penjuru Dunia. Ketua Mensa Indonesia Sahat Simarmata, mengatakan pertemuan itu didasari atas keprihatinan Mensa terhadap kondisi masyarakat Indonesia miskin. Dia mengundang anggota perkumpulan dari seluruh dunia guna membahas langkah mengentaskan kemiskinan.
"Kami juga pada kesempatan ini memproklamirkan 'Deklarasi Bali', yakni suatu komitmen bersama untuk memberdayakan kemampuan otak masyarakat dan memberikan perhatian khusus bagi pengembangan potensi anak yang memiliki kemampuan intelektualnya tinggi," ujar Sahat di Nusa Dua Bali, Sabtu (22/9). Menurut Mensa, orang yang pintar akan lebih sukses daripada orang yang kuat secara fisik. Karena itu meningkatkan kemampuan otak masyarakat dinilai sebagai solusi yang efektif melawan kemiskinan.
Peran ketiga aktor antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat memang sangat diperlukan dalam usaha untuk mengurangi persentase kemiskinan di Indonesia. Pemerintah telah banyak mengeluarkan kebijakan-kebijakan tentang pengentasan kemiskinan dan peran ke tiga aktor tersebut dalam mengatasi kemiskinan, salah satunya adalah Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. Dalam peraturan presiden ini, dikatakan bahwa Penanggulangan Kemiskinan adalah kebijakan dan program pemerintah dan pemerintah daerah yang dilakukan secara sistematis, terencana dan bersinergi dengan dunia usaha dan masyarakat untuk mengurangi jumlah penduduk miskin dalam rangka meningkatkan derajat kesejahteraan rakyat. Program penanggulangan kemiskinan adalah kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah, dunia usaha, serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan usaha ekonomi mikro dan kecil, serta program lain dalam rangka meningkatkan kegiatan ekonomi.
Sesuai dengan peratiran presiden no. 15 di atas, ternyata peran ketiga aktor tersebut sangat diharapkan mampu mengurangi jumlah kemiskinan, dengan tujuan untuk menignkatkan kesejahteraan masyarakat miskin melalui bantuan sosial, pemberdayaan masyarakat dan lain sebagainya. Sesuai dengan hal diatas, pelaksanaan Program Pemberdayaan masyarakat yang berpusat pada manusia (people centered development) melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal, yang merupakan mekanisme perencanaan yang menekankan pada teknologi pembelajaran sosial dan strategi perumusan program.
Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengaktualisasikan dirinya. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa keberdayaan masyarakat terletak pada proses pengambilan keputusan sendiri untuk mengembangkan pilihan-pilihan adaptasi terhadap perubahan lingkungan dan sosial. Oleh karena itu, pemahaman mengenai proses adaptasi masyarakat terhadap lingkungannya merupakan informasi penting dalam pembangunan yang berorientasi pada manusia, yang melandasi wawasan pengelolaan sumber daya lokal.
Partisipasi masyarakat merupakan suatu proses teknis untuk memberikan kesempatan dan kewenangan yang lebih luas kepada masyarakat untuk secara bersama-sama memecahkan berbagai persoalan. Carter dalam Rustiningsih (2002) menyampaikan bahwa partisipasi masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat dalam upaya meningkatkan proses belajar masyarakat; mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang bertanggung jawab; mengeliminasi perasaan terasing sebagian masyarakat serta menimbulkan dukungan dan penerimaan dari pemerintah.
Dalam upaya mengatasi permasalahan kemiskinan pada masyarakat yang cukup kompleks, pemerintah meluncurkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2008. Dalam kegiatan ini dirumuskan mengenai mekanisme pelibatan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin, dapat ditumbuhkembangkan sehingga masyarakat bukan lagi sebagai obyek melainkan sebagai subyek pembangunan.
Secara Nasional, pemerintah telah menetapkan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat, yang diantaranya berupa kehadiran kaum miskin/rentan/perempuan dalam berbagai pertemuan pengambilan keputusan. Akan tetapi kondisi ini tidak serta merta menunjukkan bahwa partisipasi masyarakat telah berhasil sebagaimana tujuan program ini. Hasil dari kegiatan program ini masih sangat dominan dari pemerintah. Indikasi awal mengenai kondisi partisipasi masyarakat dapat dilihat pada tingkat kehadiran masyarakat yang rendah. Akibat kurangnya antusiasme masyarakat dalam menghadiri kegiatan partisipatif tersebut, maka keterlatihan masyarakat dalam hal partisipasi juga menjadi bahan pertanyaan,. Hal ini berkaitan dengan sasaran kegiatan partisipatif ini dimana ingin dicapai “pembangunan infrastruktur partisipatif yang berkelanjutan”. selain representasi, keberhasilan pelaksanaan partisipasi masyarakat bergantung pada keefektifan komunikasi, peran fasilitator hingga kesesuaian proyek dengan kebutuhan masyarakat. Arnstein (1969) menyatakan bahwa partisipasi masyarakat paling optimal terjadi pada saat kontrol pembangunan berada ditangan masyarakat atau partisipasi aktif dan tidak ada campur tangan sedikitpun dari pemerintah.
Pendidikan partisipasi masyarakat yang aktif dan efektif akan dapat diwujudkan apabila dimulai dengan tingkat partisipasi yang tinggi dari masyarakat yang diinterpretasikan dengan tingkat kehadiran. Selanjutnya tingkat partisipasi akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, status sosial, status ekonomi warga masyarakat sehingga masing-masing individu akan memberikan bentuk partisipasi yang berbeda-beda. Kegiatan partisipasi yang dilakukan adalah berbasis pada kegiatan penyumbangan ide, gagasan, pendapat, prakarsa, pengambilan keputusan, dan penyelesaian masalah yang semua itu akan efektif apabila masyarakat bisa aktif hadir dalam kegiatan-kegiatan tersebut.
Apabila tingkat partisipasi suatu daerah dikategorikan rendah, maka dengan sendirinya tujuan dan manfaat dari kegiatan partisipasi tersebut tidak akan tercapai secara optimal. Beberapa tujuan dan manfaat partisipasi masyarakat seperti peningkatan proses belajar masyarakat maupun mengarahkan masyarakat menuju masyarakat yang bertanggung jawab adalah bersifat abstrak sehingga tidak mudah untuk diidentifikasi keberhasilan pencapaiannya. Banyak faktor yang menjadi hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta partisipasi masyarakat dalam proses pengentasan kemiskinan. Peran serta masyarakat dalam sistem perencanaan dan lain sebagainya dihadapkan pada berbagai persoalan, baik pada level negara bagian maupun lokal. Hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat yaitu :
1. Partisipasi dalam proses perencanaan lokal umumnya dimulai sangat terlambat, yaitu setelah rencana (the real planning directions) telah selesai disusun, sehingga masyarakat akhirnya hanya mempertanyakan hal-hal bersifat detail.
2. Partisipasi komunitas yang sungguh-sungguh sangat sedikit apalagi mengenai isu-isu besar seperti pertumbuhan dan pembangunan kota.
3. Ketika partisipasi tersebut benar-benar diinginkan, terlalu sedikit masyarakat yang terorganisasi atau yang terstruktur secara mapan yang efektif mengajukan masukan dan komunitas.
4. Secara umum, komunitas tidak memiliki sumberdaya yang baik dalam hal waktu, keahlian atau ruang untuk membuat aspirasinya didengar secara efektif.
Sebagai kesimpulan dalam paper tentang relasi tiga aktor dalam pemberantasan kemiskinan ini, bahwasanya pemerintah telah banyak mengeluarkan peraturan baik perundang-undangan dan program-program terkait masalah pengentasan kemiskinan, akan tetapi follo up dan pelaksanaan program tersebut tidak jikerjakan secara efektif oleh pemerintah, oleh karena itu, peran sektor swasta atau prifat sektor juga sangat berpengaruh dalam hal ini. Dengan adanya peran dari konsep CST atau Corporate Social Responsibility yang ada dalam perusahaan swasta, jika dimanfaatkan secara maksimal memang bisa berguna dan sedikit banyak bisa mempengaruhi pola perubahan kemiskinan di negara ini. CSR merupakan komitmen perusahaan untuk bertanggung jawab secara social dan lingkungan terhadap dampak yang timbul akibat beroperasinya perusahaan disuatu daerah. Bila sebelumnya perusahaan hanya memperhatikan Keuntungan (Profit), kedepan perusahaan juga harus memperhatikan masyarakat (People) dan Lingkungan (Planet). Sedangkan masyarakat akan sangat berperan untuk mengatasi kemiskinan melalui proses pemberdayaan masyarakat dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan atau pelaksanaan program-program untuk meminimalisir masalah kemiskinan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, muliansyah. Bingkai Demokrasi. Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2010.
Subandi. Sistem Ekonomi Indonesia. Bandung: Alfabeta, 2009.
Fakih, Mansour. Teori Pembangunan dan Globalisasi. Yogyakarta: Insist Press, 2001.
http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=8465&coid=4&caid=33&gid=2
http://www.merdeka.com/peristiwa/100-orang-jenius-bahas-pengentasan-kemiskinan-di-indonesia.html
KABAR BAIK!!!
BalasHapusNama saya Aris Mia, saya ingin menggunakan media ini untuk mengingatkan semua pencari pinjaman sangat berhati-hati, karena ada penipuan di mana-mana, mereka akan mengirim dokumen perjanjian palsu untuk Anda dan mereka akan mengatakan tidak ada pembayaran dimuka, tetapi mereka adalah orang-orang iseng, karena mereka kemudian akan meminta untuk pembayaran biaya lisensi dan biaya transfer, sehingga hati-hati dari mereka penipuan Perusahaan Pinjaman.
Beberapa bulan yang lalu saya tegang finansial dan putus asa, saya telah tertipu oleh beberapa pemberi pinjaman online. Saya hampir kehilangan harapan sampai Tuhan digunakan teman saya yang merujuk saya ke pemberi pinjaman sangat handal disebut Ibu Cynthia, yang meminjamkan pinjaman tanpa jaminan dari Rp800,000,000 (800 juta) dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tekanan atau stres dan tingkat bunga hanya 2%.
Saya sangat terkejut ketika saya memeriksa saldo rekening bank saya dan menemukan bahwa jumlah yang saya diterapkan, telah dikirim langsung ke rekening bank saya tanpa penundaan.
Karena saya berjanji bahwa saya akan membagikan kabar baik, sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi, jika Anda membutuhkan pinjaman apapun, silahkan menghubungi dia melalui email nyata: cynthiajohnsonloancompany@gmail.com dan oleh kasih karunia Allah ia tidak akan pernah mengecewakan Anda dalam mendapatkan pinjaman jika Anda menuruti perintahnya.
Anda juga dapat menghubungi saya di email saya: ladymia383@gmail.com dan Sety yang memperkenalkan dan bercerita tentang Ibu Cynthia, dia juga mendapat pinjaman baru dari Ibu Cynthia, Anda juga dapat menghubungi dia melalui email-nya: arissetymin@gmail.com sekarang, semua akan saya lakukan adalah mencoba untuk memenuhi pembayaran pinjaman saya bahwa saya kirim langsung ke rekening mereka bulanan.
Sebuah kata yang cukup untuk bijaksana.
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut